REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Ribuan pegawai negeri sipil bergabung dalam protes anti-pemerintah di Hong Kong pada Jumat (2/8) untuk pertama kalinya, setelah pemrotes memulai unjuk rasa dua bulan lalu.
Protes tak kunjung usai terhadap RUU yang diusulkan, akan memungkinkan orang untuk diekstradisi ke China. Polisi pun selama ini dituduh menggunakan kekuatan berlebihan, dan gagal melindungi pengunjuk rasa dari dugaan serangan geng.
"Saya pikir pemerintah harus menanggapi tuntutan, alih-alih mendorong polisi ke garis depan sebagai perisai," kata seorang pekerja pemerintah, Kathy Yip (26).
Unjuk rasa pada Jumat datang setelah surat terbuka yang ditulis secara anonim, dan diterbitkan di Facebook menetapkan serangkaian tuntutan kepada pemerintah Hong Kong, oleh sebuah kelompok yang mengatakan itu mewakili pegawai negeri.
"Saat ini orang-orang Hong Kong sudah berada di ambang kehancuran, sangat disayangkan kita telah melihat penindasan yang ekstrem," tulis kelompok itu.
Kelompok ini juga mencantumkan lima tuntutan, penarikan lengkap RUU ekstradisi, penghentian deskripsi protes sebagai 'kerusuhan', pengabaian tuduhan terhadap mereka yang ditangkap, penyelidikan independen dan dimulainya kembali reformasi politik.
Protes terhadap RUU ekstradisi yang sekarang ditangguhkan telah melebar untuk menuntut demokrasi yang lebih besar, dan pengunduran diri pemimpin Hong Kong Carrie Lam. Unjuk rasa juga menjadi salah satu tantangan bagi para penguasa Partai Komunis di Beijing.
Duta Besar baru China untuk PBB, Zhang Jun mengatakan pada Jumat, bahwa Beijing mendukung tindakan yang diambil oleh pemerintah Hong Kong untuk mengembalikan tatanan normal, aturan hukum, dan kehidupan normal.
"Demonstrasi telah jauh melampaui sifat demonstrasi damai, itu benar-benar berubah menjadi kacau dan keras dan kita seharusnya tidak lagi membiarkan mereka melanjutkan perilaku tercela ini," kata Zhang.
Pada Kamis pemerintah mengatakan 180 ribu pegawai negeri sipil Hong Kong harus tetap netral secara politik. Ini disampaikan saat gelombang protes lainnya akan berlangsung selama akhir pekan, dan pemogokan massal pada Senin di berbagai sektor seperti transportasi, sekolah dan perusahaan.
"Pada saat yang sulit ini, kolega pemerintah harus tetap bersatu dan bekerja bersama untuk menegakkan nilai-nilai inti dari layanan sipil," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan.
Penyelenggara protes mengatakan lebih dari 40 ribu orang berpartisipasi pada Jumat, sementara polisi menyebutkan jumlahnya 13 ribu. Polisi mengatakan mereka telah menangkap delapan orang. Ini termasuk seorang pemimpin pro-kemerdekaan, setelah menyita senjata dan bahan-bahan yang diduga membuat bom dalam sebuah serangan.
Di bawah pemerintahan China, Hong Kong telah diizinkan untuk mempertahankan kebebasan yang luas, seperti peradilan yang independen. Akan tetapi banyak penduduk melihat RUU ekstradisi sebagai langkah terbaru menuju kontrol dari China. Mantan kepala sekretaris, Anson Chan mengatakan, demonstrasi itu spontan, dan pegawai negeri sipil menikmati hak untuk berkumpul, itu tidak dapat dikatakan merusak netralitas politik.
Ratusan pekerja medis juga berdemonstrasi pada Jumat untuk memprotes penanganan situasi oleh pemerintah. Protes skala besar direncanakan pada akhir pekan di Mong Kok, Tseung Kwan O dan distrik Barat.
Dalam peringatan kepada pengunjuk rasa, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) di Hong Kong pada Rabu merilis video latihan anti-kerusuhan, dan petingginya memperingatkan kekerasan tidak akan dapa ditoleransi. Sementara PLA tetap berada di barak sejak protes dimulai pada April, membiarkan kepolisian Hong Kong untuk menangani aksi protes sendiri.