Ahad 04 Aug 2019 06:03 WIB

Demonstrasi Blokade Kawasan Pusat Perbelanjaan Hong Kong

Demonstrasi Hong Kong akan diperluas ke seluruh kota.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Ribuan pegawai negeri sipil bergabung dalam protes anti-pemerintah di Hong Kong pada Jumat (2/8) untuk pertama kalinya, setelah pemrotes memulai unjuk rasa dua bulan lalu.
Foto: Jerome Favre/EPA
Ribuan pegawai negeri sipil bergabung dalam protes anti-pemerintah di Hong Kong pada Jumat (2/8) untuk pertama kalinya, setelah pemrotes memulai unjuk rasa dua bulan lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Para pengunjuk rasa di Hong Kong memblokade jalan di Tsim Sha Tsui, Sabtu (3/8). Jalan tersebut merupakan sebuah kawasan perbelanjaan dan turis yang populer di sana. 

Aksi blokade itu menyebabkan mal dan hotel mewah di Tsim Sha Tsui tutup. Selain jalan, massa pun memblokir satu dari tiga terowongan lintas-pelabuhan yang menghubungkan ke pulau tersebut. Aksi mereka menyebabkan lalu lintas di sekitar daerah itu mengalami kekacauan. 

Baca Juga

"Kami akan bertarung sebagai gerilyawan hari ini dan menjadi air," kata seorang demonstran yang mengenakan topeng dalam aksi tersebut, dikutip laman New Straits Times.

Istilah "menjadi air" merupakan filosofi ketidakpastian yang dianut legenda seni bela diri Bruce Lee. Mereka menerapkan filosofi tersebut dalam upaya menjaga dugaan polisi. 

Ah Kit, demonstran lainnya mengungkapkan aksi akan terus dilakukan hingga Pemerintah Hong Kong memenuhi tuntutan mereka. "Semkain pemerintah menekan kami, semakin kami akan keluar sampai pemerintah menanggapi tuntutan kami," ujarnya. 

Pada Ahad (4/8), para demonstran berencana menggelar aksi di Tseung Kwan O. Kemudian pada Senin (5/8), demonstrasi ingin diperluas ke seluruh kota. 

Pekan ini, otoritas Hong Kong dan Cina mengisyaratkan akan mengambil tindakan keras terhadap demonstran yang dinilai melanggar hukum atau melakukan perbuatan ilegal. Militer Cina pun siap memadamkan kerusuhan jika diminta. 

Demonstrasi Hong Kong telah berlangsung sekitar dua bulan. Penyebabnya adalah rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi ke Cina daratan yang didorong oleh pemerintah untuk diratifikasi. Masyarakat Hong Kong memprotes RUU tersebut karena dinilai dapat mengancam independensi peradilan di sana. 

Gelombang demonstrasi yang tak kunjung berakhir akhirnya menyebabkan pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam memutuskan menarik RUU tersebut. Kendati telah ditarik, gelombang demonstrasi masih terus berlangsung dan belum menunjukkan akan mereda dalam waktu dekat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement