Senin 05 Aug 2019 02:02 WIB

Houthi dan WFP Sepakati Lanjutkan Bantuan Pangan

Bantuan kepada warga sipil yang dilanda perang sempat ditangguhkan pada Juni lalu.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ratna Puspita
[ilustrasi] Milis Houthi di Sana'a, Yaman.
Foto: EPA/Yahya Arhab
[ilustrasi] Milis Houthi di Sana'a, Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Badan Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Program Pangan Dunia (WFP), dan Pemberontak Houthi di Yaman mengaku sudah mencapai kesepakatan untuk melanjutkan pengiriman makanan ke daerah yang dikuasai pemberontak. Sabtu (4/8). Bantuan diberikan kepada warga sipil yang dilanda perang setelah bantuan sempat ditangguhkan pada Juni lalu. 

Juru Bicara Houthi, Mohammed Ali al-Houthi, mengatakan, Houthi telah menadatangani kesepakatan dengan WFP. Sementara juru bicara WFP Herve Verhoosel mengatakan, perjanjian tingkat tinggi dengan Houthi merupakan langkah penting menuju perlindungan yang menjamin akuntabilitas operasi kemanusiaan di Yaman.

Baca Juga

"Kami berharap untuk detail teknis dapat disepakati dalam beberapa hari mendatang," ujar Verhoosel seperti dilansir Aljazirah, Senin (5/8).

Situs web Houthis 'Alsyasiah mengatakan, kesepakatan baru oleh WFP mencakup database biometrik warga sipil yang membutuhkan bantuan. Hal tersebut bertujuan menjamin distribusi yang efektif dan efisien serta memberi manfaat bagi yang paling membutuhkan.

"Perjanjian menetapkan "total transparansi" dalam pendaftaran penerima manfaat dan distribusi bantuan," tulis situs web tersebut.

Kepala Komite Revolusi Tertinggi Houthi, Al-Houthi mencicitkan melalui akun resmi Twitternya, bahwa distribusi uang akan segera dimulai seusuai mekanisme. "Insya Allah, sesuai dengan mekanismenya," katanya.

Langkah transfer uang tunai kepada mereka yang membutuhkan sehingga mereka dapat membeli barang adalah metode distribusi bantuan yang umum. Kendati demikian, pihak-pihak yang bertikai dalam konflik Yaman telah menggunakan akses ke bantuan dan makanan itu sebagai alat politik. PBB pun menilai hal tersebut sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Sistem biometrik menggunakan pemindaian mata, sidik jari atau pengenalan wajah. Mekanisme itu sudah digunakan di daerah yang dikendalikan oleh pemerintah yang didukung Saudi yang memegang kota pelabuhan selatan Aden dan beberapa kota pantai barat. Dari 30 juta penduduk Yaman, tiga perempatnya membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Pada 20 Juni, WFP mengehentikan bantuan ke Sana'a sebab khawatir makanan dialihkan dari orang-orang yang rentan. Namun, WFP mengatakan akan mempertahanlan program gizi untuk anak-anak yang kekurangan gizi, ibu hamil, dan menyusui.

Pada Desember 2018, WFP juga menuduh pejuang Houthi mencuri bantuan makanan sehingga menyerukan sistem pendaftaran biometrik untuk mencegah penyalahgunaan bantuan makanan. Namun, negosiasi terhenti pada Juni. Houthi mengatakan, WFP bersikeras mengendalikan data yang melanggar hukum Yaman.

PBB mencatat, penangguhan sebagian bantuan mempengaruhi sekitar 850 ribu warga sipil. Sementara badan-badan bantuan kemanusiaan mencatat, pertempuran antara Houthi dan pasukan pemerintah yang dibantu oleh koalisi pimpinan Saudi telah menewaskan puluhan ribu orang, kebanyakan dari mereka warga sipil. Konflik itu juga telah memaksa 3,3 juta orang meninggalkan rumah mereka.

Koalisi Muslim Sunni yang dipimpin Saudi melakukan intervensi di Yaman pada 2015 melawan Houthi, yang menguasai sebagian besar pusat kota besar. Kelompok itu mengatakan revolusinya menentang korupsi.

Laman VOA News menuliskan, konflik di dalam negara itu telah menewaskan puluhan ribu orang Yaman dengan serangan udara yang dipimpin Saudi. Sementara, Houthi menggunakan pesawat tak berawak dan rudal untuk menyerang Saudi dan menargetkan kapal-kapal di Laut Merah.

Seorang pejabat PBB mengatakan, perang Yaman telah membuat mundur negara itu 20 tahun dalam hal pengembangan dan akses pendidikan. Dalam beberapa hari terkahir ini saja, pihak-pihak bertikai bertemu untuk membahas penempatan kembali pasukan dari kota pelabuhan Hodeida, atau titik masuk utama bantuan kemanusiaan.

Berdasarkan perjanjian gencatan senjata Desember, kedua belah pihak harus menarik pasukan mereka dari Hodeida. Penarikan itu dianggap sebagai langkah pertama yang penting untuk mengakhiri perang saudara.

Namun, kurangnya kepercayaan di antara para pejuang telah menghambat kesepakatan tentang perinciannya. Masing-masing pihak menuduh pihak lain melanggar gencatan senjata.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement