Senin 05 Aug 2019 09:29 WIB

Mengerikan, Dua Penembakan Massal di AS dalam 24 Jam

Pada 2019 terjadi 22 penembakan massal dengan total korban tewas capai 126 orang.

Bunga dan mainan untuk menghormati korban penembakan di kompleks perbelanjaan di El Paso, Texas, Ahad (4/8).
Foto: AP Photo/Andres Leighton
Bunga dan mainan untuk menghormati korban penembakan di kompleks perbelanjaan di El Paso, Texas, Ahad (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, DAYTON -- Dua penembakan massal terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam di Amerika Serikat (AS), Sabtu (3/8) dan Ahad (4/8). Kedua penembakan itu terjadi di El Paso, Texas, yang menewaskan 20 orang serta di Dayton, Ohio, dan menewaskan 10 orang, termasuk pelakunya.

Di El Paso, rekaman CCTV menunjukkan terduga pelaku, Patrick Crusius (21 tahun), memasuki pusat perbelanjaan dengan memakai penutup telinga sambil menodongkan senapa laras panjang. Pusat perbelanjaan, termasuk pasar swalayan Walmart, saat itu sedang padat pengunjung pada Sabtu pagi menjelang pukul 11.00 waktu setempat. Sekitar 3.000 orang memenuhi pertokoan yang sibuk berbelanja persiapan sekolah.

El Paso merupakan salah satu kota teraman dengan tingkat kriminalitas terendah di AS. Sehingga, peristiwa penembakan kali ini tidak disangka dan diperkirakan oleh masyarakat dan aparat keamanan di El Paso.

Selain 20 orang tewas, setidaknya 26 dilaporkan cedera dalam insiden ini. Menurut laman BBC, Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador menyebutkan bahwa ada tiga orang Meksiko di antara para korban yang tewas.

"Tempat kejadian perkara tampak mengerikan," ujar kepala polisi El Pas Greg Allen. Menurutnya, 26 orang yang cedera berada dalam kondisi kritis.

Penembak berhasil diamankan polisi tanpa baku tembak. Polisi meyakini Crusius sebagai pelaku tunggal.

Menurut polisi, Crusius tinggal di Allen, Dallas, sekitar 1.046 kilometer dari El Paso atau sekitar 10 jam perjalanan dengan berkendara mobil. El Paso hanya berjarak beberapa kilometer dari perbatasan AS dan Meksiko.

Polisi sedang menginvestigasi kemungkinan bahwa Crusius adalah pelaku kejahatan karena kebencian. Polisi menelusuri kaitan Crusius dengan manifesto rasialis dan antiimigran yang diunduh sebelumnya di media sosial.

Penembakan berikutnya terjadi di Dayton, Ohio, pada Ahad dini hari sekitar pukul 01.00 waktu setempat. Lokasi ini terkenal sebagai tempat hiburan dan berbelanja.

Sebanyak 10 orang tewas, termasuk pelaku yang ditembak polisi untuk menghentikan kekerasan yang dilakukannya. Hingga berita ini ditulis, media setempat masih belum menyebutkan identitas pelaku. Sedangkan, 16 orang yang cedera masih dirawat.

Asisten kepala kepolisian Dayton Matt Carper mengatakan, motif penembakan masih belum diketahui. Tapi, ia diyakini sebagai pelaku tunggal. Biro Investigasi Federal (FBI) ikut turun tangan mengusut insiden ini.

"Kami memiliki petugas yang langsung bertindak cepat ketika penembakan ini dimulai dan (mereka) langsung merepons untuk mengakhir aksi itu segera," cicit Departemen Kepolisian Dayton di Twitter.

Presiden AS Donald Trump menyebut penembakan sebagai tindakan pengecut. "Saya tahu bahwa saya bersama setiap orang di negara ini mengutuk tindakan kebencian yang terjadi hari ini. Tidak ada alasan atau apa pun yang bisa membenarkan pembunuhan orang yang tak berdosa," cicit Trump di Twitter.

Paus Fransiskus juga mengecam serangan terhadap "orang tak berdaya" dalam insiden yang terjadi di tiga negara bagian di AS. Ia mengacu pada insiden di Ohio, Texas, dan penembakan di Kalifornia pada 28 Juli lalu yang menewaskan tiga orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement