Kamis 01 Aug 2019 15:36 WIB

Palestina Sebut Israel Ingin Rusak Solusi Dua Negara

Israel secara sistematis telah melanggar semua kesepakatan dengan Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menuding Israel berupaya merusak solusi dua negara, Rabu (31/7). Hal itu karena Tel Aviv berusaha memperluas permukiman Yahudi ilegal di wilayah Palestina yang diduduki.

Shtayyeh mengatakan, Israel secara sistematis telah melanggar semua kesepakatan dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Israel tak menghormati perjanjian apa pun yang dijalin dengan Palestina.

Baca Juga

Dia menekankan Palestina hanya mencari perdamaian. Palestina akan tetap berpegang pada perjanjian selama Israel mematuhi bagiannya. Menurut dia, kebisuan komunitas internasional atas pelanggaran hak-hak rakyat Palestina tak dapat diterima.

Oleh sebab itu, pada 25 Juli lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan semua perjanjian yang ditandatanganinya dengan Israel ditangguhkan. Shtayyeh mengatakan keputusan tersebut diambil semata-mata untuk mengubah sikap Israel terhadap Palestina.

Kabinet Keamanan Israel telah membahas rencana menyetujui pembangunan 6.000 unit rumah di Area C, Tepi Barat. Hal itu dilaporkan media Israel, Haaretz, pada Selasa (30/7).

Haaretz, mengutip sejumlah sumber yang mengetahui hal tersebut mengatakan rencana pembangunan ribuan rumah itu diprakarsai Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Seorang sumber menyebut inisiatif itu juga termasuk membangun 700 unit rumah untuk warga Palestina.

Kendati demikian, Ketua Dewan Regional Mateh Binyamin Israel Gantz dan Ketua Dewan Regional Samaria Yossi Dagan mengkhawatirkan rencana pembangunan rumah untuk warga Palestina. “Karena Otoritas Palestina secara aktif melakukan pengambilalihan ilegal Area C. Kami berharap laporan ini tidak akurat,” ujar keduanya dalam pernyataan bersama, dikutip laman Middle East Monitor.

“Satu-satunya tempat untuk proyek konstruksi skala besar yang melayani sektor Arab di Yudea dan Samaria (Tepi Barat) adalah area di bawah yurisdiksi Otoritas Palestina,” kata Gantz dan Dagan.

Pembangunan permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki telah menuai kritik dan kecaman internasional. Proyek tersebut dinilai merupakan hambatan utama untuk mewujudkan perdamaian antara Israel dan Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement