REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Presiden Brasil Jair Bolsonaro mengusulkan aturan baru untuk menindak para pelaku kriminalitas. Aturan baru tersebut adalah mengizinkan polisi menembak di tempat para pelaku kejahatan.
Dalam sebuah wawancara, Bolsonaro berharap usulannya tersebut mendapatkan persetujuan Kongres. Dia mengatakan, rencana kebijakan kontroversialnya ini untuk memperluas excludente de ilicitude, yakni sebuah pasal dalam kode kriminal Brasil yang biasanya mengizinkan tindakan ilegal. Menurutnya, kebijakan ini akan menurunkan angka kejahatan di masyarakat.
Para aktivis khawatir, kebijakan kontroversial Bolsonaro dapat menyebabkan pertumpahan darah di jalanan dan membuat situasi menjadi kacau. Namun, Bolsonaro mengklaim akan memberikan perlindungan hukum bagi petugas polisi yang menjalankan tugasnya.
"Orang-orang ini (penjahat) akan mati di jalanan seperti kecoak (jika aturan tersebut disetujui), dan memang harus begitu," ujar Bolsonaro dilansir Guardian, Selasa (6/8).
Bolsonaro berargumen, melawan kejahatan harus menggunakan senjata dan bukan melalui pengadilan. Selain itu, masyarakat juga perlu dilindungi dari tindak kejahatan dan kriminalitas yang marak di lingkungan mereka. Pernyataan Bolsonaro tersebut memicu kemarahan di kubu oposisi dan aktivis hak asasi manusia.
Seorang aktivis hak asasi manusia dan pengacara di Sao Paulo, Ariel de Castro Alves mengatakan, usulan kebijakan Bolsonaro sangat tidak manusiawi dan dapat meningkatkan tindak kekerasan oleh polisi terutama terhadap masyarakat miskin, warga kulit hitam, dan kaum muda. Alves khawatir, usulan tersebut dapat membuat situasi Brasil semakin memburuk.
"Ada 414 kasus pembunuhan yang dilakukan oleh polisi militer di Sao Paulo (pada paruh pertama 2019), itu adalah angka tertinggi sejak 2003. Ini mendorong kekerasan oleh polisi dan akhirnya menjadi tindakan kebrutalan," ujar Alves.
Kepala Institut Igarape Brasil, Robert Muggah mengatakan, dalam tiga bulan pertama 2019, polisi di Rio de Janeiro telah menembak 434 orang. Muggah mencatat, jumlah tersebut merupakan yang tertinggi selama lebih dari dua dekade.
Dia mengatakan, dalam enam bulan pertama 2019, polisi di Rio de Janeiro dilaporkan telah menghilangkan nyawa 881 orang. Angka ini setara dengan pembunuhan terhadap satu orang setiap lima jam.
"Kekhawatiran kami adalah retorika semacam ini dapat mendorong polisi mengerahkan kekuatan yang lebih besar. Pada kenyataannya, lebih banyak kekerasan polisi yang terjadi saat ini," kata Muggah.
Tahun lalu, polisi Brasil telah menewaskan hampir 6.200 orang dibandingkan dengan 2017 dengan jumlah 5.225 orang. Muggah mengatakan, hal ini menjadi keprihatinan bagi negara. Sebab, jumlah kekerasan yang dilakukan oleh polisi terhadap warga sipil jumlahnya semakin meningkat.
"Ini jelas merupakan keprihatinan bagi negara yang sudah mencatat jumlah kekerasan mematikan dan pembunuhan oleh polisi tertinggi di dunia," ujar Muggah.