REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Sejumlah kandidat dari partai sayap kanan Israel telah menandatangani sebuah dokumen yang menyatakan setuju untuk mencaplok 60 persen wilayah Tepi Barat yang diduduki. Israel diketahui akan menghelat pemilu pada September mendatang.
"Israel adalah rumah nasional untuk orang-orang Yahudi, menjamin hak-hak individu dan kesetaraan di antara semua warga negara, menentang pembentukan negara Palestina serta memberlakukan kedaulatan atas Yudea dan Samaria (Tepi Barat)," kata dokumen itu, seperti dilaporkan Israel's Public Broadcaster, dikutip Middle East Monitor, Selasa (6/8).
Pekan lalu, Kabinet Keamanan Israel telah membahas rencana untuk menyetujui pembangunan 6.000 unit rumah di Area C, Tepi Barat. Media Israel, Haaretz, mengutip sejumlah sumber yang mengetahui hal tersebut mengatakan bahwa rencana pembangunan ribuan rumah itu diprakarsai Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Seorang sumber menyebut inisiatif itu juga termasuk membangun 700 unit rumah untuk warga Palestina.
Kendati demikian, Ketua Dewan Regional Mateh Binyamin Israel Gantz dan Ketua Dewan Regional Samaria Yossi Dagan mengkhawatirkan rencana pembangunan rumah untuk warga Palestina. “Karena Otoritas Palestina secara aktif melakukan pengambilalihan ilegal Area C. Kami berharap laporan ini tidak akurat,” ujar keduanya dalam pernyataan bersama.
Berdasarkan Perjanjian Oslo yang disepakati pada 1995, Tepi Barat yang diduduki memang dipecah menjadi tiga area, yakni Area A, B, dan C. Area A adalah wilayah yang sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Palestina. Kemudian Area B merupakan wilayah yang dikendalikan Otoritas Palestina, namun sektor keamanannya dikontrol Israel. Sedangkan, Area C adalah wilayah yang sepenuhnya dikuasai Israel.
Namun, pembagian wilayah itu dianggap tak adil. Pasalnya, Area C merupakan wilayah pertanian dan sumber air utama Tepi Barat. Karena berada di bawah kekuasaan Israel, warga Palestina memiliki keterbatasan akses terhadap area tersebut.
Kendati telah dipecah, Israel masih melaksanakan proyek pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Saat ini permukiman tersebut telah dihuni lebih dari 700 ribu warga Israel.