REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh meminta negara-negara Uni Eropa yang belum mengakui negara Palestina untuk berkomitmen mendukung solusi dua negara. Hal itu untuk meredakan konflik yang terjadi di Timur Tengah, terutama antara Palestina dan Israel.
Salah satu caranya, lanjut Shtayyeh, ialah dengan mengakui negara Palestina merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kota. Hal itu disampaikan Shtayyeh usai pertemuan dengan Duta Besar Belanda Kees Van Bar di kantor perdana menteri Palestina di Ramallah. Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak membahas perkembangan politik terbaru di Palestina.
Dalam kesempatan ini, Shtayyeh menyampaikan apresiasi atas upaya-upaya Belanda dan negara-negara anggota Uni Eropa lainnya dalam mendukung pembangunan di Palestina.
Shtayyeh mengatakan, penghancuran sistematis atas Palestina terus dilakukan Israel dan Pemerintah Amerika Serikat di bawah rezim Trump. Israel dan AS, menurut dia, terus berupaya mempertahankan status quo, termasuk isolasi dan blokade atas Jalur Gaza. Selain itu, Israel terus melakukan perluasan permukiman Yahudi di Tepi Barat. Apalagi, Yerusalem Timur sudah diklaim Israel sebagai ibu kota.
“Apa yang diharapkan Uni Eropa dari kesepakatan AS abad ini yang belum disajikan atau dibahas, dan bagian mana yang telah dilaksanakan di lapangan?” kata Shtayyeh seperti dilansir kantor berita Wafa, Rabu (7/8).