Kamis 08 Aug 2019 07:52 WIB

Jurnalis Kashmir Berjuang Dapatkan Informasi

Jurnalis di Kashmir dicegah melakukan tugasnya.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Seorang bocah berjalan melewati tentara paramiliter India setelah membeli roti saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Selasa (6/8).
Foto: AP Photo/Dar Yasin
Seorang bocah berjalan melewati tentara paramiliter India setelah membeli roti saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Selasa (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Pembatasan gerakan dan pemutusan komunikasi memasuki hari ketiga di Kashmir yang dikelola India, Rabu (7/8). Hal tersebut membuat para wartawan di kawasan itu frustrasi.

Sejak Senin (5/8), mereka kesulitan mendapatkan informasi tentang wilayah yang disengketakan itu. Reporter berita Mateen (nama samaran) mengatakan dia berhasil berjalan ke Lal Chowk yang terkenal dari pusat kota Srinagar untuk mendapatkan video menara jam bersejarah di sana. Lokasi tersebut hampir empat kilometer jauhnya.

Baca Juga

Namun, ia berhenti melakukan pekerjaannya saat tentara memblokir daerah itu dengan kawat berduri. "Saya mencoba mengambil beberapa foto dan video, tetapi pasukan yang ditugaskan menghentikan saya. Mereka meminta saya tidak mengggunakan kamera saya," kata Mateen dilansir Aljazirah, Kamis (8/8).

"Saya memberi tahu mereka saya seorang reporter. Mereka menjawab: 'Semuanya sudah berakhir sekarang, kembali'," ucapnya.

Sebagian besar surat kabar berbahasa Inggris dan Urdu yang berbasis di kota utama Srinagar belum menerbitkan edisi mereka sejak Senin. Ini terjadi saat pemerintah memberlakukan isolasi untuk mencegah protes terhadap keputusan pemerintah India yang membatalkan status khusus negara bagian Jammu dan Kashmir.

Pemerintah nasionalis Hindu, Partai Bharatiya Janata (BJP) menanggalkan status semi-otonom Himalaya selama tujuh dekade melalui dekrit presiden yang kontroversial. Status baru Kashmir kini sebagai 'union territory' yang sekarang langsung diperintah oleh New Delhi.

Dengan terputusnya internet, wartawan yang bekerja untuk situs berita menyatakan mereka tidak dapat memperbarui halaman mereka sejak Senin. Banyak jurnalis dan fotografer di wilayah tersebut bekerja untuk organisasi berita di luar Kashmir. Mereka mengatakan harus mengirim laporan dan foto melalui USB yang dibawa oleh orang-orang yang pergi keluar dari wilayah tersebut.

"Selain memblokir akses wartawan, pemerintah telah mempermalukan rakyat Kashmir dengan menutup seluruh negara mereka," kata penulis dan editor konsultasi dengan surat kabar Times of India, Sagarika Ghose.

Wartawan lain mengeluh tentang keamanan yang begitu ketat sehingga mencegahnya melakukan pekerjaan. "Selama dua hari terakhir, wartawan The Indian Express bersembunyi di kantor mereka dari tempat mereka berjalan-jalan untuk bertemu penduduk dan kemudian kembali. Di gedung kantor itu sendiri, puluhan polisi telah pindah, koridor menjadi tempat tinggal sementara mereka," tulis jurnalis Muzamil Jaleel di halaman Facebook-nya setelah ia dapat mencapai New Delhi dari Srinagar, Selasa (6/8).

"Kashmir telah berubah tidak terlihat bahkan di dalam Kashmir," tulis Jaleel.

Bagi para jurnalis di wilayah ini, blokade belum pernah terjadi sebelumnya. Sebab, di sebagian besar masa yang bergejolak mereka dapat membuat cerita dan laporan, tidak seperti sekarang.

photo
Pekerja migran India menunggu bus di Srinagar untuk keluar dari Kashmir, Selasa (6/8). Karena Kashmir diisolasi, ratusan pekerja ini kembali ke desanya di utara dan timur India.

"Ketika mereka mendengar kata 'jurnalis', mereka (paramiliter yang menangani penghalang jalan) terus bergegas. Mereka ingin memukul Anda," kata seorang jurnalis yang bekerja dengan surat kabar India.

"Kami sekarang telah berhenti pergi keluar. Kami khawatir akan nyawa kami. Saya diberitahu oleh pasukan di jalan wartawan tidak diizinkan bergerak. Negara ini tidak dapat menyebut dirinya sebagai negara demokrasi," ucapnya.

Seorang fotografer yang bekerja untuk kantor berita internasional mengatakan, ia ingin mendokumentasikan pembatasan di kota itu. Akan tetapi diberitahu oleh pasukan keamanan untuk pergi sebelum kameranya rusak.

"Ada banyak permusuhan terhadap media sekarang. Ini adalah pembunuhan media. Kami telah sepenuhnya berhenti menceritakan kisah orang. Kami benar-benar tidak tahu apa yang dilaporkan ketika orang berada di bawah tekanan besar dari semua pihak. Ini merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup secara keseluruhan bagi semua orang yang tinggal di sini," ucapnya.

Seorang jurnalis asing mengatakan, polisi tiba di hotelnya di Srinagar pada Sabtu dan mengarahkannya untuk segera pergi. Ia sebelumnya telah tiba di Kashmir sepekan yang lalu dan diberi izin oleh Departemen Luar Negeri.

"Saya dijadwalkan menginap tetapi mereka bersikeras saya segera pergi, dan saya terpaksa memesan tiket saya dan pergi pada Ahad pagi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement