Kamis 08 Aug 2019 15:17 WIB

Parlemen Pakistan Tolak Pencabutan Status Istimewa Kashmir

Parlemen Pakistan buat resolusi menolak rencana India mengubah demografis Kashmir.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Mahasiswa Pakistan membakar poster Perdana Menteri India Narendra Modi menentang pencabutan status otonomi Kashmir di Lahore, Pakistan, Rabu (7/8).
Foto: AP Photo/K.M. Chaudary
Mahasiswa Pakistan membakar poster Perdana Menteri India Narendra Modi menentang pencabutan status otonomi Kashmir di Lahore, Pakistan, Rabu (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Parlemen Pakistan telah menerbitkan resolusi untuk mengutuk keputusan India mencabut status istimewa wilayah Jammu dan Kashmir. Resolusi itu disepakati dengan suara bulat pada Rabu (7/8).

Resolusi diadopsi dalam sesi bersama majelis tinggi (Senat) dan majelis rendah (Majelis Nasional). Resolusi itu berbunyi “Menolak upaya ilegal, sepihak, sembrono, dan paksaan New Delhi untuk mengubah status sengketa Kashmir yang diduduki India seperti yang diabadikan dalam resolusi Dewan Keamanan PBB.”

Baca Juga

Resolusi tersebut menentang rencana India mengubah komposisi demografis IOK (Indian Occupied Kashmir). “Termasuk mengambil hak-hak masyarakat Jammu dan Kashmir yang dilindungi, inheren, serta mapan untuk kewarganegaraan, tempat tinggal permanen, akuisisi properti, pekerjaan, dan pendidikan seperti yang disediakan berdasarkan Pasal 35 (A) dari Konstitusi India yang dicabut,” katanya, seperti dikutip Anadolu Agency.

Parlemen Pakistan turut mengecam aksi penembakan tak beralasan pasukan India terhadap penduduk sipil di sekitar Line of Control (perbatasan de facto India-Pakistan). Islamabad pun mengutuk penggunaan bom curah oleh pasukan India di Azad Jammu dan Kashmir.

Menurut parlemen Pakistan, tindakan tak bertanggung jawab dan agresif India merupakan ancaman besar bagi perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Asia Selatan. Resolusi menegaskan kembali serta menjunjung tinggi hak yang tak dapat dicabut milik rakyat Jammu dan Kashmir untuk menentukan nasibnya sendiri sebagaimana diatur dalam resolusi Dewan Keamanan PBB dan dilindungi hukum internasional.

Parlemen Pakistan meminta Dewan Keamanan PBB memperhatikan masalah ini. Ia pun meminta Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) membentuk Komisi Penyelidikan. Islamabad juga mendesak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) segera menggelar sesi tingkat tinggi luar biasa untuk membahas masalah Jammu dan Kashmir. OKI diharapkan bekerja dengan PBB untuk mengakhiri penindasan di wilayah yang disengketakan itu.

Pada Senin lalu, Perdana Menteri India Narendra Modi mencabut status istimewa Jammu dan Kashmir yang telah disandangnya selama puluhan tahun. Modi beralasan keputusan itu diambil untuk menyatukan Kashmir sepenuhnya dengan India. Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim.

Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua, dua per tiga di antaranya dikuasai India, sementara sisanya milik Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis Line of Control (LoC).  Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971. Di glester Siachen di Kashmir utara, tentara India dan Pakistan telah terlibat pertempuran secara sporadis sejak 1984. Lebih dari 70 ribu orang terbunuh dalam konflik ini sejak 1989. Gencatan senjata mulai berlaku pada 2003. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement