Kamis 08 Aug 2019 17:00 WIB

Indonesia Ingin Persempit Kesenjangan Bantuan Kemanusiaan

Indonesia menginisiasi konferensi kawasan dalam bantuan kemanusiaan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Direktur Jendral Kerja Sama Multilateral Kemenlu RI Febrian A Ruddyard menjelaskan capaian Indonesia selama menjadi presiden di DK PBB Mei. Jakarta, Selasa (11/6).
Foto: Republika/Fergi Nadira
Direktur Jendral Kerja Sama Multilateral Kemenlu RI Febrian A Ruddyard menjelaskan capaian Indonesia selama menjadi presiden di DK PBB Mei. Jakarta, Selasa (11/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia mencoba untuk mengecilkan kesenjangan kemampuan antar-penyalur atau pemberi bantuan kemanusiaan. Caranya dengan menyelenggarakan Konferesi Kawasan dalam Bantuan Kemanusiaan (Regional Conference on Humanitarian Assistance). Konferensi penyalur bantuan kemanusiaan di kawasan pertama di dunia.  

"Ada kesenjangan kemampuan diantara NGO (lembaga non-pemerintah) dan agensi-agensi pemerintah mengenai penanganan bencana, kesenjangan ini kami berusaha kami kecilkan, diantaranya dengan berbagi pengalaman makanya kami undang juga UNOCHA (Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB)," kata Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri untuk Kerja Sama Multilateral Febrian A. Ruddyard, Rabu (8/8). 

Baca Juga

Dengan begitu, kata Febrian, Indonesia berusaha menyamakan standar kemampuan NGO negara-negara kawasan sesuai dengan standar PBB. Hal itu karena saat ini standar kemampuan NGO di setiap negara di kawasan berbeda-beda. 

"Karena saat ini ketika NGO Indonesia beroperasi di wilayah negara lain, maka mereka harus bekerja sama dengan NGO setempat, nah kemampuan Indonesia harus diakui lebih tinggi, kebanyakan ya, rata-rata, daripada NGO-NGO di kawasan, memang ada yang maju juga seperti Singapura," ujarnya.

Febrian mengatakan ketika kesenjangan kemampuan cukup lebar maka efensiensi penyaluran bantuan pun terkendala. Maka saat ini perlu disamakan dulu kemampuan NGO-NGO di kawasan. Hal itu agar ketika NGO-NGO di kawasan beroperasi di suatu wilayah maka kemampuan mereka sudah setara. 

Febrian mengatakan konferensi tersebut juga untuk membangun jaringan yang berkelanjutan. Karena, menurutnya selama ini jaringan penyalur atau pemberi bantuan kemanusiaan selalu berganti-ganti. 

"Nah sekarang kami coba bangun jaringan yang sama, kontak jaringan yang sama, karena terkadang ketika terjadi suatu bencana maka tidak sempat lagi untuk saling memberikan kontak resmi, harapannya jaringan ini yang dapat menjembatani masalah komunikasi ketika ada kejadiaan mendesak," kata Febrian. 

Ia menambahkan ketika hasil konferensi sudah keluar maka hasilnya milik kawasan. Indonesia hanya sebagai inisiatornya. Karena itu, ke depannya isu yang dibahas adalah rincian kemampuan yang harus disamakan. 

"Misalnya bagaimana memberikan perlindungan kepada korban; wanita, anak-anak, disabilitas, orang tua, supaya ada kesamaan, jangan di negara ini modelnya seperti ini, di negara lain modelnya lain," ujarnya.

Harapannya, kata Febrian, konferensi itu ditiru kawasan-kawasan lain. Menurutnya, belum ada kawasan lain yang menyelenggarakan konferensi serupa. Regional Conference on Humanitarian Assistance ini konferensi kawasan untuk penyalur bantuan kemanusiaan pertama di dunia.   

"Kalau pun ada kami belum pernah mendengar, ini bisa menjadi model di dunia, tidak hanya kerja sama antar pemerintah tapi juga, NGO dan lain-lain," kata Febrian. 

Ia berharap konferensi yang diinisiasi Indonesia ini dicontoh di tingkat global. Febrian menegaskan pertemuan ini tidak akan membahas penyebab, politik atau dampak dari sebuah bencana. Pertemuan itu hanya membahas isu teknis bagaimana penyaluran bantuan dilakukan karena jika membahas di luar teknis menurut Febrian pembahasnya akan rumit. Konferensi tersebut mencoba untuk menemukan cara yang paling cepat, tepat dan berkelanjutan dalam menyalurkan atau memberikan bantuan kemanusiaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement