Jumat 09 Aug 2019 10:37 WIB

Mereka Meninggalkan Lembah Kashmir

India putus jaringan telekomunikasi, televisi, dan internet di Kashmir untuk sementar

Seorang bocah berjalan melewati tentara paramiliter India setelah membeli roti saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Selasa (6/8).
Foto: AP Photo/Dar Yasin
Seorang bocah berjalan melewati tentara paramiliter India setelah membeli roti saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Selasa (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Rizky Jaramaya

Selama tiga hari berturut-turut wilayah Kashmir berada dalam pengamanan yang sangat ketat. Pasukan keamanan India dikerahkan ke wilayah tersebut setelah Perdana Menteri Narendra Modi mencabut status istimewa Kashmir.

Pemerintah India telah memutus jaringan telekomunikasi, televisi, dan internet di Kashmir untuk sementara. Tak hanya itu, turis-turis yang ada di wilayah Kashmir mulai diminta untuk menginggalkan wilayah tersebut. Situasi yang makin mencekam ini membuat industri pariwisata yang berkembang pesat di Himalaya mulai menurun. Para pemilik bisnis pun menghadapi kerugian cukup besar.

"Dia (Perdana Menteri India Narendra Modi--Red) memberi waktu 24 jam (kepada turis) untuk meninggalkan Lembah Kashmir. Dia melakukannya saat musim turis berada pada puncaknya. Kami mengalami kerugian yang tak terbayangkan setelah wisatawan pergi," ujar Abdul Gaffar, seorang pemilik rumah perahu di Srinagar, dilansir //Aljazirah//, Kamis (8/8).

Gaffar mengatakan, prioritas Modi hanya memikirkan umat Hindu. Modi tidak pernah memprioritaskan umat Muslim yang mencari nafkah di Lembah Kashmir melalui sektor pariwisata. "Jika dia (Modi) memikirkan kami, dia tidak akan pernah memerintahkan turis pergi dari Lembah Kashmir," kata Gaffar.

Sementara itu, Kamran, pemilik restoran Winterfell di daerah Bulevar Srinagar, mengatakan, bisnisnya mulai terpukul setelah turis diminta untuk meninggalkan wilayah Kashmir secara mendadak. Kamran mengatakan, untuk kali pertama dalam tiga tahun terakhir, Kashmir banyak kedatangan turis asing. Hal ini menunjukkan bahwa industri pariwisata di Lembah Kashmir mulai berkembang.

"Untuk kali pertama dalam tiga tahun terakhir, kami memiliki banyak turis asing. Kami telah memiliki turis dari hampir setiap bagian dunia. Sekarang semuanya kosong. Saya mengalami kerugian lebih dari 3.000 dolar AS per hari," ujar Kamran.

Selain turis, pekerja dari luar Kashmir juga mulai mencari cara untuk meninggalkan wilayah tersebut. Beberapa dari mereka berkumpul di Tourist Reception Center (TRC) di Srinagar untuk mencari kendaraan yang akan membawa mereka keluar dari Lembah Kashmir.

Salah seorang pekerja nonlokal yang berasal dari Bihar mengatakan, pihak berwenang belum memberi tiket kepada mereka untuk meninggalkan Kashmir. Pekerja nonlokal telah berkumpul di TRC pada tanggal 5 Agustus 2019.

"Kami menghadapi banyak (tantangan). Kami tidak memiliki makanan dan sanitasi yang layak. Mereka (penyedia tiket) terkadang juga memukuli kami jika kami mencoba berdebat dengan mereka," ujar pekerja nonlokal tersebut yang enggan disebutkan namanya.

Sementara itu, stasiun pengisian bahan bakar dan anjungan tunai mandiri (ATM) mulai kosong. Seorang mahasiswa pascasarjana, Tahir, mengaku telah menempuh perjalanan dari daerah Baghat hingga Dalgate tetapi tidak menemukan satu pun ATM yang beroperasi. "Saya butuh uang untuk membeli obat bagi orang tua saya," kata Tahir.

photo
Mahasiswa Pakistan membakar poster Perdana Menteri India Narendra Modi menentang pencabutan status otonomi Kashmir di Lahore, Pakistan, Rabu (7/8).

Modi mencabut status istimewa Negara Bagian Jammu dan Kashmir pada Senin (5/8). Pencabutan tersebut membatalkan Pasal 370 Konstitusi India. Modi mengatakan, pencabutan status istimewa Kashmir bertujuan untuk menyatukan daerah itu sepenuhnya dengan India. Selanjutnya, Modi menurunkan status negara bagian menjadi union territory.

Sejak India merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah menjadi dua per tiga untuk India dan sisanya masuk Pakistan. Pemisahan ini menjadikan Kashmir sebagai wilayah yang paling dimiliterisasi dalam 70 tahun terakhir. India dan Pakistan telah berperang selama tiga kali, yakni tahun 1948, 1965, dan 1971. Dua perang di antaranya dipicu persoalan Kashmir.

Pemerintah India mulai menutup seluruh akses keluar masuk ke Kashmir serta memutus sementara jaringan telepon maupun internet. Sejumlah tokoh politik setempat juga dijadikan tahanan rumah.

Pemerintah Pakistan mengecam langkah India mencabut status daerah istimewa Kashmir. Mereka menyatakan akan mengerahkan upaya untuk melawan keputusan India.

Populasi penduduk Jammu dan Kashmir lebih dari 60 persen Muslim. Hal ini menjadikan Jammu dan Kashmir sebagai satu-satunya negara bagian di India yang mayoritas penduduknya Muslim. n reuters ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement