Jumat 09 Aug 2019 15:33 WIB

Kelompok Pelobi Senjata AS Serang Kandidat Presiden

Kelompok pelobi senjata AS, NRA menuduh politisasi penembakan massal.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Ratusan ribu demontran memadati Pennyslvania Avenue, Washington, Sabtu (24/3). Mereka menuntut kontrol senjata lebih ketat di Amerika Serikat.
Foto: EPA-EFE/SHAWN THEW
Ratusan ribu demontran memadati Pennyslvania Avenue, Washington, Sabtu (24/3). Mereka menuntut kontrol senjata lebih ketat di Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Asosiasi senjata api Amerika Serikat (AS) NRA menuduh kandidat presiden dari Partai Demokrat mempolitisasi penembakan massal yang terjadi di Texas dan Ohio. NRA juga menentang gagasan pemeriksaan latar belakang pembeli senjata api yang mulai didukung Presiden AS Donald Trump. 

"Sayangnya, calon kandidat presiden langsung mengambilalih gelombang udara beberapa pekan terakhir ini untuk mempolitisasi tragedi dan untuk menjelekkan NRA dan 5 juta anggotanya yang taat pada hukum," kata organisasi lobi perusahaan senjata itu, Jumat (9/8). 

Baca Juga

Mereka tidak menyebutkan nama calon kandidat presiden atau partainya setelah akhir pekan lalu terjadi dua penembakan massal dalam kurun waktu 13 jam dan membunuh 31 orang. Para calon kandidat presiden Partai Demokrat mendorong pengetatan kepemilikan senjata api.  

"Partai Republik dicekik oleh NRA," kata salah satu kandidat presiden partai Demokrat Senator  Elizabeth Warren di Council Bluffs, Iowa. 

Pada Rabu (7/8), Trump mengatakan ia ingin pemeriksaan latar belakang calon pembeli senjata api dilakukan lebih ketat. Hal ini ia katakan saat mengunjungi dua lokasi penembakan yakni Dayton dan El Paso. Tapi, Trump tidak menjelaskan dengan rinci peraturan apa yang ia dukung. 

Surat kabar the Washington Post melaporkan pada pekan ini ketua NRA Wayne LaPierre menelpon Trump. LaPierre memberitahu Trump undang-undang pemeriksaan latar belakang tidak akan disukai oleh pemilihnya. 

Pada bulan Februari lalu, House of Representative yang dikuasai Partai Demokrat meloloskan undang-undang pemeriksaan latar belakang universal bagi calon pembeli senjata api. Peraturan tersebut dapat menutup celah yang membuat warga bisa membeli senjata di internet atau toko senjata tanpa pemeriksaan latar belakang.  

House meloloskan undang-undang kedua pada bulan Februari lalu. Undang-undang itu memperpanjang waktu pemeriksaan latar belakang jika informasi dalam aplikasi penjualan senjata tidak lengkap dari sebelumnya hanya tiga hari kini menjadi 10 hari. 

Tidak ada rancangan undang-undang yang diloloskan Senat yang kini masih dikuasai Partai Republik. Sementara pada awal tahun ini Gedung Putih mengancam akan memveto undang-undang yang diloloskan House tersebut.

Setelah penembakan massal di Dayton dan El Paso, anggota Senat Partai Demokrat mendorong ketua Senat dari Partai Republik Mitch McConnell untuk mengambil rancangan undang-undang yang diloloskan House. Tapi, tidak ada indikasi McConnell akan melakukannya. 

NRA menentang segala bentuk pembatasan penjualan dan kepemilikan senjata api di AS. Dengan alasan hal itu melanggar Amandemen Kedua Konstitusi AS. Kelompok tersebut mempertahankan pendapat mereka pembatasan penjualan senjata tidak akan menurunkan angka kekerasan senjata api.

Menurut data dari organisasi non-partisan Center For Responsive Politics, NRA telah menyumbang 1,266 juta dolar AS ke McConnell sejak ia maju untuk menjadi anggota Senat pada 1984. McConnell kembali lagi maju dalam pemilihan 2020. 

Kelompok pendukung senjata api di AS lebih banyak mengeluarkan uang untuk kampanye, lobi, dan aktivitas lainnya di politik dibandingkan kelompok yang mengadvokasi kontrol kepemilikan senjata api. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement