Sebelum saya mulai belajar seni bela diri Pencak Silat, saya sudah punya teman dari Indonesia dan sudah beberapa kali berkunjung ke negara ini. Tetapi saya harus menunggu selama sembilan tahun, sampai mendapat kesempatan untuk menjawab pertanyaan: "Di mana orang berlatih Pencak Silat?" dan "bagaimana latihan Pencak Silat dilaksanakan di sana?"
Yang bisa langsung saya katakan adalah, penuh rasa nyeri dan juga penuh semangat. Itu yang saya rasakan.
Memang saya sebelumnya sudah menduga bahwa berlatih pencak Silat di Indonesia pasti akan menguras tenaga, dan saya tahu saya akan disambut di sana dengan hangat. Tapi saya benar-benar tidak memperkirakan bahwa latihan Pencak Silat di Indonesia ternyata sangat keras, dan pada saat yang sama saya mendapat banyak teman baik.
Yang saya maksud dengan "keras" di sini adalah misalnya tenaga yang Anda perlukan untuk melakukan push up 100 kali. Dan kami berlatih di atas lantai yang keras, termasuk meloncat, bergulingan dan jatuh ke lantai.
Badan lecet, kepala benjol dan nyeri di sekujur tubuh masih saya rasakan lebih seminggu setelahnya setelah sesi latihan itu. Tambahan lagi kelembaban udara tinggi yang membuat semuanya makin sulit.
Ini sebenarnya hitungan matematis yang mudah saja: Di Indonesia saya sudah berkeringat kalau hanya berjalan kaki selama dua menit di luar, seperti kalau saya berlatih selama beberapa jam di Jerman. Lalu apa jadinya kalau saya berlatih selama beberapa jam di Indonesia?
Betul, saya dan pakaian latihan saya basah kuyup, seperti kalau saya menceburkan diri dengan pakaian itu ke kolam penuh air. Tidak ada sejengkal pun bagian pakaian yang kering.
Tetapi, apa yang saya rasakan di halaman Masjid Agung dekat Kraton Yogyakarta ketika melakukan satu jurus Pencak Silat sungguh sulit digambarkan, dan itu menghapus segala rasa nyeri dan kelelahan. Saya sekarang sudah membayangkan betapa senangnya untuk berlatih lagi di sana.
Alasan lain mengapa saya sekarang sudah rindu untuk berlatih lagi di sana adalah pertemuan dengan kawan-kawan pendekar. Semuanya begitu ramah, penuh perhatian dan penuh rasa ingin tahu tentang pengalaman saya. Mereka menjemput dan membawa saya ke tempat latihan, menghabiskan begitu banyak waktu untuk persiapan, agar saya benar-benar bisa belajar begitu banyak dalam waktu demikian singkat.
Saya juga diantar untuk melihat obyek-obyek wisata dan kami makan bersama dan bercerita panjang lebar. Memang, saya sudah cukup lancar berbahasa Indonesia, tapi kalaupun kita tidak bisa berbahasa Indonesia, percakapan tetap bisa dilanjutkan dengan berbagai cara. Saya harus katakan, jarang saya bertemu dengan orang-orang yang begitu ramah.
Jadi sekarang pertanyaan saya mengenai tempat dan bagaimana orang berlatih Pencak Silat di Indonesia sudah terjawab. Tapi sekarang muncul pertanyaan baru: "Bagaimana saya bisa membalas keramahan dan kebaikan yang ditunjukkan teman-teman saya ini?" Saya berjanji untuk sering-sering berkunjung ke sana, untuk menemukan jawabannya.
Yang pasti bisa saya katakan adalah, ada dua alasan bagi saya untuk kembali ke Yogyakarta. Untuk berlatih Pencak Silat di sana, termasuk mengalami semua rasa nyeri dan peluh, dan untuk bertemu lagi dengan teman-teman saya, makan-makan dengan santai dan ngobrol panjang tentang Pencak Silat dan kehidupan.
*Juan Carlos Nicolas Gomez adalah warga negara Spanyol yang tinggal di Jerman dan berlatih pencak silat di Perguruan Tapak Suci Bonn, Jerman. Ia telah berlatih silat selama lebih dari 13 tahun.
**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: [email protected]. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.