REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Pakistan meminta Amerika Serikat (AS) membantu meredakan ketegangan pasca-India mencabut status istimewa Jammu dan Kashmir. Islamabad menilai Washington dapat mengambil peran tersebut.
“AS dapat melakukan dan AS harus berbuat lebih banyak untuk membantu meredakan situasi ini dan mungkin menyuntikkan lebih banyak kewarasan pada sisi India,” kata Duta Besar Pakistan untuk AS Asad Khan dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Npada Jumat (9/8).
Dia berharap negara lain pun dapat turut serta dalam meredakan ketegangan antara negaranya dengan India terkait pencabutan status istimewa Kashmir. “Kami mengharapkan itu dari semua teman kami. Ini benar-benar masalah prinsip,” ujarnya.
Menanggapi situasi saat ini, Khan mengatakan negaranya tidak akan berusaha meningkatkan eskalasi. “Tapi kami akan merespons dengan sangat tepat jika ada pelanggaran di wilayah kami,” ucapnya.
Sejauh ini AS masih menahan diri untuk tidak mengambil tindakan apa pun menanggapi keputusan India mencabut status istimewa Kashmir. Pada Kamis lalu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus hanya mengatakan bahwa kebijakan Washington terhadap Kashmir tidak berubah.
Pada Senin lalu, Perdana Menteri India Narendra Modi mencabut status istimewa Jammu dan Kashmir yang telah disandangnya selama hampir tujuh dekade. Modi beralasan keputusan itu diambil untuk menyatukan Kashmir sepenuhnya dengan India. Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim.
Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua, dua per tiga di antaranya dikuasai India, sementara sisanya milik Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis Line of Control (LoC). Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971. Di glester Siachen di Kashmir utara, tentara India dan Pakistan telah terlibat pertempuran secara sporadis sejak 1984. Lebih dari 70 ribu orang terbunuh dalam konflik ini sejak 1989.