Sabtu 10 Aug 2019 21:20 WIB

Ribuan Titik Panas Terdeteksi di Wilayah Asia Tenggara

BMKG mengidentifikasi 7.540 titik panas di wilayah Asia Tenggara dan Papua Nugini.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Titik panas (ilustrasi)
Foto: republika
Titik panas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat tetap terus mewaspadai sebaran titik panas guna mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Berdasarkan hasil pemantauan selama sepekan terakhir (2 – 9 Agustus 2019) sedikitnya BMKG mengidentifikasi terdapat 7.540 titik panas di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Papua Nugini.

Deputi Meteorologi BMKG, Mulyono Rahadi Prabowo mengungkapkan, informasi titik panas tersebut diperoleh dari hasil analisis BMKG berdasarkan citra Satelit Terra Aqua MODIS (NOAA) dan Satelit Himawari-8 (JMA). Peningkatan jumlah titik panas ini, menurutnya diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar.

"Kondisi cuaca tersebut perlu diperhatikan, agar tidak memperparah kalau terjadi kebakaran," katanya dalam siaran pers, Sabtu (11/8).

Prabowo menyebut dari hasil monitoring BMKG, menunjukkan adanya indikasi trend peningkatan jumlah titik panas di berbagai wilayah ASEAN. Terpantau mulai tanggal 3 Agustus 2019 sebanyak 1.025 titik meningkat menjadi 1.139 titik pada tanggal 4 Agustus 2019. Jumlah titik panas masih mengalami peningkatan hingga tanggal 7 Agustus 2019 sebanyak 1.585 titik. Penurunan titik panas terjadi  pada tanggal 8 Agustus 2019 sebanyak 1.178 titik.

"Sementara, peningkatan jumlah titik panas kembali terjadi pada tanggal 9 Agustus 2019 sebanyak 2.002 titik," ujarnya.

Adapun, konsentrasi dari titik panas tersebut diantaranya berada di wilayah Indonesia (Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat), juga terdeteksi di Malaysia (Serawak), Thailand, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Filipina, Singapura, Timor Leste, dan Papua Nugini. Prabowo mengungkapkan pada musim kemarau, pola angin dominan berasal dari arah Tenggara, perlu diantisipasi adanya sebaran (trajektori) asap lintas batas (transboundary haze).

"Terkait dengan isu asap lintas batas pada awal Agustus 2019, BMKG menyatakan bahwa sebaran asap yang terjadi di Indonesia khususnya wilayah Sumatera (Riau dan Jambi) tidak mengalami perluasan yang cukup signifikan hingga mencapai wilayah pantai Malaysia," ucapnya.

Hal ini dibuktikan dengan pengamatan satelit Himawari-8 yang menunjukkan sebaran asap di Sumatera tidak meluas hingga wilayah Malaysia. Bahkan pantauan citra satelit Himawari-8 mengidentifikasi adanya titik panas di wilayah Semenanjung Malaysia pada tanggal 1 Agustus 2019 dengan kondisi angin stasioner yang berpotensi mengakibatkan udara keruh di sekitar wilayah tersebut.

"Untuk mengantisipasi kondisi tersebut telah disiapkan informasi peringatan dini berupa monitoring potensi cuaca dan prediksi cuaca berupa informasi Fire Danger Rating System (FDRS) hingga 7 hari ke depan untuk wilayah ASEAN," jelasnya.

Prabowo menerangkan, informasi sistem tersebut berupa peta prakiraan tingkat kemudahan terjadinya kebakaran berdasarkan unsur cuaca di wilayah Asia Tenggara. "Dalam sepekan ke depan (10 – 16 Agustus 2019) wilayah Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, Thailand, Malaysia, Vietnam, serta sebagian kecil Laos dan Myanmar diprediksi masuk kategori cuaca sangat mudah terjadi kebakaran," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement