REPUBLIKA.CO.ID, HONGKONG -- Meski polisi sudah menolak memberikan izin, tetapi demonstran Hong Kong tetap menggelar unjuk rasa di dua wilayah, Wong Tai Sin dan Tai Po. Protes yang berjalan selama sembilan pekan ini dimulai dari perlawanan warga terhadap rancangan perubahan undang-undang ekstradiksi.
Warga Hong Kong khawatir undang-undang yang mengizinkan tersangka diadili di Cina Daratan itu akan merusak supremasi hukum kota mereka. Kini, demonstrasi masih terus berlangsung karena warga Hong Kong ingin kotanya memiliki kebebasan lebih besar lagi dari Cina.
"Saya rindu dengan kolonisasi Inggris," kata salah satu pengunjuk rasa di Tai Po, Alexandra Wong, Sabtu (10/8).
Wong membawa bendera Inggris dan mengenakan kaus yang bertuliskan 'Berdirinya Demokrasi Cina'. Wong yang berusia 73 tahun salah satu dari pengunjuk rasa yang membawa bendera Inggris, Taiwan atau bendera Amerika Serikat.
"Setelah 1997, anak muda sudah tidak lagi melihat masa depan," kata Wong.
Beberapa orang mencaci pengunjuk rasa karena bermain-main dengan klaim Beijing yang mengatakan pasukan asing berada di balik kerusuhan ini. Wong mengatakan, ia tidak peduli dengan tuduhan tersebut.
"Saya tidak peduli dengan apa yang pemerintah katakan, mereka bisa mengatakan apa pun," ujar Wong.
Kantor polisi di Tsim Sha Tsui dikepung orang-orang yang tampaknya warga sekitar. Mereka menuntut orang-orang yang ditangkap selama unjuk rasa dibebaskan. "Polisi Hong Kong tahu hukum dan melanggar hukum," teriak mereka.
Kerumunan memblokir jalur kendaraan polisi yang baru saya membawa seorang perempuan yang ditangkap selama unjuk rasa. Warga pun berteriak meminta perempuan itu dibebaskan.