REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Migrant Care mengatakan pemerintah Indonesia harus memiliki rencana kedaruratan demi melindungi para pekerja migran Indonesia (PMI) dalam mengantisipasi memburuknya situasi di Hong Kong.
Aksi penolakan RUU ekstradiksi sudah berhasil menduduki bandara internasional Hong Kong dan operasi bandara terancam lumpuh. Situasi tersebut akan bertambah genting apabila polisi HK kembali melakukan aksi represi membubarkan demonstrasi.
"Migrant Care meminta pemerintah Indonesia untuk segera menyiapkan langkah dan rencana kedaruratan (contigency plan) mengingat besarnya pekerja migran Indonesia di HK sejumlah 250 ribu orang," kata Direktur Migrant Care Wahyu Susilo melalui siaran pers di Jakarta, Senin (12/8).
Situasi di Hong Kong tersebut, menurut Wahyu, akan mempengaruhi rasa aman mereka untuk bekerja dan bermobilitas.
Langkah yang harus segera dilakukan adalah untuk sementara menghentikan arus masuk calon pekerja migran ke Hong Kong hingga tenggat waktu tertentu.
"Pemerintah Indonesia hendaknya berkonsolidasi pula dengan pemerintah negara-negara pekerja migran ke Hong Kong seperti Philipina, Nepal, India dan lainnya untuk mendesak pemerintah Hong Kong menjamin keselamatan para pekerja migran," kata dia.
Ia mengatakan jika suatu semakin memburuk, opsi evakuasi merupakan langkah yang bisa dipertimbangkan terutama untuk kawasan-kawasan dengan tingkat konflik yang tinggi. KJRI Hong Kong juga diimbau untuk terus memperbarui informasi dan juga terus melibatkan partisipasi dan inisiatif organisasi pekerja migran Indonesia di Hong Kong untuk tindakan-tindakan yang diperlukan.