Dalam sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Menteri Keuangan yang baru, Sajid Javid, hari Selasa (13/08), lebih 50 perusahaan pengecer, termasuk Sainsbury, Marks & Spencer dan Morrison, menuntut pemerintah untuk mengambil tindakan konkret agar mereka tidak terpuruk di masa kelesuan ekonomi.
Selama ini, pengusaha ritel di Inggris dibebani pungutan bisnis yang tinggi untuk berbagai pelayanan lokal. Pungutan bisnis di luar pajak ini dikenakan pada sebagian besar properti komersial, termasuk toko, gudang, pub, kafe, dan restoran. Tingginya pungutan itu dihitung berdasarkan nilai sewa properti, dengan komponen peningkatan sesuai inflasi tahunan.
Dalam surat terbuka itu, para pengecer Inggris menuntut agar peningkatan pungutan bisnis dibekukan karena suasana ekonomi yang tidak menentu, terutama dampak dari proses Brexit. Asosiasi ritel British Retail Consortium (BRC) selama ini mengeluhkan, sistem pungutan itu tidak adil.
Sektor swasta terbesar dengan prospek suram
Industri ritel di Inggris adalah sektor swasta terbesar yang mempekerjakan sekitar tiga juta orang dan menyumbang 5 persen hasil ekonomi Inggris. Namun para peritel secara keseluruhan membayar 10 persen dari semua pajak dan 25 persen dari semua pungutan bisnis.
"Kesenjangan ini merusak prospek kami dan komunitas yang mereka dukung," kata Ketua BRC Helen Dickinson.
Surat itu dirilis sehari setelah data BRC menunjukkan bahwa 10,3 persen toko-toko di Inggris kosong, angka tertinggi dalam empat tahun terakhir. Angka itu menunjukkan kesuraman yang sedang melanda sektor ini.
Pertumbuhan terlemah sejak adanya pencatatan
Survei lain dari BRC yang diterbitkan awal bulan ini menunjukkan bahwa peritel Inggris mengalami angka pertumbuhan penjualan pada bulan Juli 2019 adalah yang terlemah sejak adanya pencatatan angka penjualan.
Bulan lalu, Perdana Menteri baru Inggris Boris Johnson mengumumkan akan menyalurkan dana sampai 3,6 miliar pound (sekitar Rp 62,2 triliun) untuk mendukung pertumbuhan di pusat kota.
Menteri keuangan Sajid Javid akan mengumumkan rencana angaran untuk tahun keuangan 2020-21 bulan depan.
hp/ae (rtr)