REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh memperingatkan agar Amerika Serikat (AS) tidak mengakui aneksasi Israel atas Tepi Barat. Menurutnya hal itu dapat menimbulkan dampak serius.
“Langkah ini, jika diambil, akan merupakan bermain terus menerus dengan api,” kata Rudeineh pada Senin (12/8), dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.
Dia menilai, kalaupun nanti AS memutuskan mengambil langkah tersebut, hal itu tak akan menetapkan hak apa pun kepada Israel. “Tidak juga akan menciptakan realitas palsu yang layak,” ujarnya.
Rudeineh kembali menekankan keputusan apa pun yang dapat mempengaruhi hak-hak nasional Palestina dan melanggar resolusi legitimasi internasional akan dianggap ilegal. Rudeineh menegaskan bahwa Palestina akan terus mempertahankan hak-haknya, termasuk warisan serta situs-situs sucinya.
Pernyataan Rudeineh merupakan respons atas laporan Times of Israel yang menyebut bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang mencari deklarasi publik dari Presiden AS Donald Trump untuk mengakui kedaulatan Israel atas bagian-bagian Tepi Barat yang diduduki. Laporan itu diterbitkan Times of Israel pada Ahad lalu.
Motivasi utama Netanyahu melakukan hal itu adalah agar memperoleh dukungan dari publik Israel menjelang penyelenggaraan pemilu yang dijadwalkan dihelat pada awal September mendatang. Sebenarnya Israel telah menghelat pemilu pada April lalu. Partai Netanyahu, yakni Likud Party, keluar sebagai pemenang.
Kemenangan tersebut memastikan bahwa jabatan perdana menteri Israel masih akan diemban Netanyahu. Namun, Netanyahu gagal membentuk kabinetnya sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan. Dia akhirnya memutuskan membubarkan parlemen agar jabatan perdana menteri tidak direbut oposisi. Namun konsekuensi keputusan itu adalah Israel harus menggelar pemilu ulang.
Pada pemilu April lalu, Netanyahu berjanji akan mencaplok Tepi Barat jika terpilih kembali sebagai perdana menteri. “Kami akan memastikan bahwa kami bertanggung jawab di lapangan dan akan memberlakukan kedaulatan atas permukiman Yudea dan Samaria (Tepi Barat),” katanya dalam sebuah wawancara dengan televisi Israel.
Dalam sebuah wawancara lainnya, Netanyahu mengatakan akan membangun permukiman baru di wilayah Palestina yang diduduki tersebut. “Kami akan terus mengendalikan seluruh wilayah barat sungai (Yordania),” ujar Netanyahu merujuk pada Tepi Barat.
Israel mulai menduduki Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, setelah memenangkan perang melawan negara-negara Arab, yakni Yordania, Suriah, dan Mesir pada 1967. Tepi Barat berhasil direbut Tel Aviv dari kekuasaan Yordania. Sejak saat itu, Israel mulai meluncurkan proyek pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat.
Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Permukiman itu dihuni sekitar 650 ribu warga Yahudi Israel. Masifnya pembangunan permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur, dinilai menjadi penghambat terbesar untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.