Putaran berikut dalam perang dagang AS-Cina akan dibuka mulai 1 September, ketika AS menerapkan tarif impor baru terhadap produk-produk impor dari Cina. Lembaga penelitian ekonomi IFO di München menyatakan, beberapa negara Eropa, termasuk Jerman, bisa mengeruk untung dari konflik ini.
Tapi keuntungan besar hanya bisa diraih apabila Cina menjawab kebijakan tarif impor AS dengan langkah balasan.
Presiden AS Donald Trump awal Agustus mengumumkan tarif impor 10 persen untuk produk Cina senilai 300 miliar dolar AS. Kebijakan ini memperuncing perang dagang antara kedua negara. Sejauh ini, Cina belum mengumumkan langkah balasan yang konkret, hanya mengatakan akan membalas kebijakan itu.
Perselisihan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia itu membebani prospek pertumbuhan global, bahkan memicu kekhawatiran akan meluasnya resesi. Tetapi segelintir negara di Asia, seperti Vietnam dan Taiwan, sejauh ini mendapat manfaat dari sengketa itu, karena makin banyak perusahaan yang mengalihkan produksi mereka dari Cina ke negara lain untuk menghindari taris impor AS.
Hanya untung besar kalau perang dagang makin sengit
Laporan IFO Institute menunjukkan bahwa beberapa negara Uni Eropa juga akan mendapat manfaat dari sengketa dagang itu, asalkan sengketa itu terus meningkat dan Cina memutuskan langkah balasan yang setimpal.
Dalam studinya, IFO memperkirakan Uni Eropa akan melihat pendapatan tambahan sebesar 1,5 miliar euro, jika AS tetap memberlakukan tarif impor 10 persen. Italia akan menarik manfaat terbesar dengan nilai sekitar 183 juta euro, diikuti oleh Prancis (129 juta euro) dan Jerman ( 94 juta euro).
Namun jika Cina membalas kebijakan Trump dengan tarif impor 10 persen barang-barang AS, Uni Eropa bisa mendapat pendapatan tambahan sampai 1,7 miliar euro. Jerman bakal menjadi pemenang terbesar dengan pendapatan tambahan senilai 323 juta euro, diikuti Italia (231 juta euro) dan Prancis (168 juta euro).
Jangka panjang, perang dagang rugikan banyak pihak
Karena Jerman negara pengekspor, banyak perusahaan Cina yang beralih ke Jerman - produsen utama barang setengah jadi seperti suku cadang mobil - untuk mencari barang setengah jadi dan menghindari tarif yang lebih tinggi. Begitu juga perusahaan AS yang sebelumnya mengimpor barang dari Cina, akan mencari barang-barang dari Jerman.
"Mereka akan mencari negara ketiga untuk membeli produk yang sebelumnya mereka beli dari satu sama lain," kata peneliti IFO Marina Steininger.
Tetapi peningkatan ekspor dari Uni Eropa ke AS kemungkinan akan memperbesar surplus perdagangannya terhadap AS. Padahal Donald Trump beberapa kali mengancam akan mengenakan tarif impor barang-barang dari Uni Eropa karena surplus perdagangan Uni Eropa yang terlalu besar. Sehingga pada jangka panjang, perang dagang tetap saja merugikan banyak pihak.
"Perang dagang tidak akan bermanfaat bagi siapa pun jika terlalu jauh, termasuk untuk Uni Eropa," kata Marina Steininger. hp/ae