REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina pada Rabu (14/8) mendukung permintaan Pakistan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas keputusan India mencabut status khusus Jammu dan Kashmir. Para diplomat menyatakan, Cina meminta badan tersebut untuk bertemu secara tertutup pada Kamis (15/8) atau Jumat (16/8).
Namun, Prancis menanggapi permintaan itu dengan mengusulkan agar dewan membahas masalah itu dengan cara yang kurang formal, yang dikenal sebagai 'any other business' pada pekan depan. Hal itu juga bergantung pada Polandia yang menjadi presiden dewan untuk menengahi waktu dan format yang disepakati di antara 15 anggota.
Wilayah Himalaya telah lama menjadi titik utama hubungan antara negara-negara tetangga yang bersenjata nuklir tersebut. Pada 5 Agustus, India mencabut hak Jammu dan Kashmir untuk membuat aturan sendiri. India juga membuka izin bagi warga yang bukan penduduk kedua wilayah itu untuk membeli properti setempat. Setelah pencabutan status istimewa kedua wilayah, India memblokir jaringan telepon, internet, dan televisi.
"Pakistan tidak akan memprovokasi konflik. Tetapi India seharusnya tidak salah mengira bahwa kita memiliki kelemahan," kata Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi menulis dalam suratnya kepada Dewan Keamanan pada Selasa.
"Jika India memilih untuk menggunakan lagi kekuatan, Pakistan akan wajib merespons, dalam pembelaan diri, dengan semua kemampuannya," ucapnya.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres telah meminta India dan Pakistan untuk menahan diri dari segala langkah yang dapat memengaruhi status khusus Jammu dan Kashmir. Guterres juga mengatakan dia prihatin dengan laporan pembatasan di sisi Kashmir India.
Dewan Keamanan PBB mengadopsi beberapa resolusi pada 1948 dan pada 1950-an tentang perselisihan antara India dan Pakistan mengenai wilayah tersebut. Hal itu termasuk yang menyatakan pemungutan suara harus diadakan untuk menentukan masa depan Kashmir yang sebagian besar Muslim. Pasukan penjaga perdamaian PBB telah dikerahkan sejak 1949 untuk mengamati gencatan senjata antara India dan Pakistan di Jammu dan Kashmir.