REPUBLIKA.CO.ID, GIBRALTAR -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengajukan permohonan ke pengadilan Gibraltar untuk menyita tanker Iran, Grace 1. Kapal itu rencananya dibebaskan, Kamis (15/8).
"Departemen Kehakiman AS mengajukan permohonan untuk menyita Grace 1 atas sejumlah tuduhan yang sekarang sedang dipertimbangkan," kata Pemerintah Gibraltar dalam sebuah pernyataan, Kamis.
Pemerintah Gibraltar menyebut kasus penangkapan kapal itu telah kembali ke pengadilan tinggi negaranya. Namun tak diterangkan secara terperinci tentang permohonan oleh Departemen Kehakiman AS.
Surat kabar Gibraltar, Chroncile, mengutip keterangan kepala pengadilan Anthony Dudley, melaporkan jika AS tak mengajukan permohonan, Grace 1 dapat dipastikan akan dilepaskan. Seorang pejabat di pemerintahan Donald Trump mengatakan, Grace 1 telah melanggar sanksi internasional.
Kapal itu diyakini berupaya mengirim minyak ke Suriah yang sedang dikenakan sanksi oleh Uni Eropa. Iran pun tengah berada di bawah sanksi Washington.
"Ini adalah ekspor minyak rezim Iran dan dalam penilaian HMG (Pemerintah Inggris), itu adalah impor minyak rezim (Presiden Suriah Bashar al-) Assad," kata pejabat tersebut.
Menurut pejabat itu, kasus Grace 1 penting. "Kami memiliki kepentingan dalam gangguan dari keduanya untuk kebijakan Iran kami yang menyeluruh dan kebijakan Suriah kami," ujarnya.
Pemerintah Inggris enggan banyak mencampuri masalah penahanan Grace 1. Ia menilai hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan Gibraltar. Inggris tak dapat memberi komentar banyak karena penyidikan masih berlangsung.
Pada 4 Juli lalu, Marinir Kerajaan Inggris menangkap Grace 1 saat melintasi Selat Gibraltar. Pemerintah Iran telah membantah tuduhan tersebut. Namun Teheran memang tak mengungkap ke mana tujuan akhir kapalnya.
Awalnya Grace 1 hendak dibebaskan dua pekan setelah penangkapan. Namun menjelang waktu pelepasan, Mahkamah Agung Gibraltar memutuskan memperpanjang masa penahanannya hingga satu bulan ke depan.
Penahanan Grace 1 tak pelak membuat Iran gusar. Pada 19 Juli lalu, Garda Revolusi Iran menangkap kapal tanker Inggris, Stena Impero, saat melintasi Selat Hormuz. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif membantah penangkapan Stena Impero merupakan aksi pembalasan untuk Grace 1.
“Kapal Inggris telah menolak sinyalnya selama lebih dari yang diizinkan (dan) melewati kanal yang salah, membahayakan keselamatan dan keamanan pengiriman serta navigasi di Selat Hormuz, yang menjadi tanggung jawab kami,” ujar Zarif.
Oleh sebab itu, dia berharap Inggris dapat memahami hal tersebut. “Penting bagi semua orang menyadari, penting bagi Boris Johnson memahami, bahwa Iran tidak mencari konfrontasi militer,” kata dia.
Pascapenangkapan Stena Impero, AS mengusulkan pembentukan koalisi militer untuk misi keamanan maritim di Selat Hormuz. Tujuannya adalah melindungi kapal tanker dan kargo yang melintasi wilayah perairan tersebut. Gagasan itu berkaitan pula dengan adanya aksi penyerangan terhadap sejumlah kapal tanker di Selat Hormuz sejak Mei lalu.
Presiden Iran Hassan Rouhani pun mengkritik rencana pembentukan koalisi itu. Menurutnya, negara-negara Teluk tak membutuhkan pasukan asing untuk mengamankan wilayah perairannya.
“Negara-negara kawasan, melalui persatuan dan dialog, dapat menjaga keamanan mereka sendiri dan tindakan serta klaim AS tidak akan menguntungkan mereka sedikit pun,” kata Rouhani dalam pertemuan kabinet pada Rabu (14/8), dikutip laman Mehr News Agency.