REPUBLIKA.CO.ID, ALMATY -- Seorang pegiat hak-hak azasi manusia dari Kazakhstan yang berkampanye menentang penahanan etnis Uighur dan Muslim lainnya di kamp-kamp khusus di China. Dia mengaku bersalah atas tuduhan ujaran kebencian demi mengamankan kebebasannya, Sabtu (17/8).
Serkzhan Bilash, seorang warga negara Kazakhstan yang dinaturalisasi dan lahir di wilayah China Xinjiang, memimpin Atajurt. Atajurt adalah sebuah kelompok yang berjuang membebaskan etnis Kazakh dari kamp-kamp di mana para aktivis mengatakan lebih dari satu juta etnis Uighur dan Muslim lainnya ditahan.
Dia ditangkap pada Maret lalu dan didakwa dengan tuduhan ujaran kebencian karena diduga secara terbuka menyerukan jihad terhadap China. Pengacaranya, Aiman Umarova, mengatakan dalam persidangan Jumat malam, jaksa mengumumkan telah mencapai kesepakatan dengan Bilash.
Berdasarkan kesepakatan itu, Bilash didenda 110 ribu tenge (sekitar 280 dolar AS) dan dibebaskan. Namun, ia tidak akan diizinkan meninggalkan kota Almaty selama beberapa bulan.
Umarova mengatakan dia menentang perjanjian itu dan menolak menandatanganinya, tetapi Bilash mengatakan kepadanya jelas baginya dia bisa diancam hukuman tujuh tahun penjara.
"Dia mengakui dia melakukannya demi kedua anaknya dan karena kesehatannya. Kami (Kazakhstan) menuruti kemauan China," katanya melalui telepon.
Kazakhstan berbatasan dengan Xinjiang dan China adalah salah satu mitra dagang terbesarnya. Banyak negara Barat dan Muslim mengecam keras pusat-pusat penahanan yang didirikan oleh otoritas China di daerah terpencil Xinjiang, rumah bagi minoritas Muslim Uighur. China berdalih pusat penahanan tersebut sebagai pusat pelatihan pendidikan yang membantu membasmi ekstremisme dan memberikan keterampilan baru bagi masyarakat.