Jumat 09 Aug 2019 09:09 WIB

Konflik Kashmir, Pakistan Larang Pemutaran Film Bollywood

Ketegangan antara Pakistan dan India meningkat karena status Kashmir.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Reiny Dwinanda
Warga menyaksikan pidato Perdana Menteri India Narendra Modi mengenai pencabuta status otonomi Kashmir melalui televisi di Jammu, India, Kamis (8/8).
Foto: AP Photo/Channi Anand)
Warga menyaksikan pidato Perdana Menteri India Narendra Modi mengenai pencabuta status otonomi Kashmir melalui televisi di Jammu, India, Kamis (8/8).

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pakistan terus melakukan perlawanan terhadap India setelah status istimewa Kashmir dicabut. Sebagai langkah lanjutan, Pakistan menghentikan layanan kereta api ke India dan melarang pemutaran film-film India di bioskopnya.

"Tidak ada film Bollywood yang dirilis di Pakistan tahun ini dan saya pikir produser tidak melihatnya sebagai pasar," kata distributor film Girish Johar, Jumat (9/8).

Baca Juga

Sebelumya, pada 2016 seniman Pakistan dilarang memasuki industri Bollywood. Larangan ini muncul ketika kelompok militan menyerang kamp militer di Kashmir yang menewaskan sejumlah tentara.

India menuding kelompok militan yang didukung Pakistan telah melakukan serangan tersebut. Namun, tuduhan itu dibantah oleh Pakistan.

Pada Senin (5/8) lalu, pemerintah India mencabut status khusus Kashmir. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengintegrasikan satu-satunya wilayah mayoritas Muslim dengan seluruh negara bagian.

Partai penguasa Perdana Menteri Narendra Modi mendorong untuk mengakhiri status konstitusional khusus Kashmir. Undang-undang tersebut dianggap menghambat integrasinya dengan India.

Para pemimpin politik di Kashmir memperingatkan bahwa pencabutan status khusus akan memicu kerusuhan yang meluas. Setelah pencabutan status istimewa tersebut, situasi Kashmir menjadi mencekam.

Jaringan telekomunikasi dan layanan internet telah diputus untuk sementara. Selain itu, sekitar 300 politisi telah dijadikan tahanan rumah dan petugas keamanan tampak melakukan penjagaan ketat di setiap sudut jalan.

Para pemimpin Kashmir telah memperingatkan akan ada serangan balasan. Sementara itu, Pakistan berjanji akan memperjuangkan hak-hak penduduk Kashmir.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres telah meminta India dan Pakistan untuk menahan diri. Guterres mengaku prihatin dengan pemutusan layanan telekomunikasi dan layanan internet serta penjagaan yang ketat. Menurutnya, hal tersebut dapat memperburuk situasi di Kashmir.

"Tindakan seperti itu dapat memperburuk hak asasi manusia di kawasan itu," ujar juru bicara Guterres, Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan.

Perdana Menteri India Narendra Modi telah menyampaikan pidato untuk pertama kalinya setelah pencabutan status istimewa Kashmir. Dalam pidato yang disiarkan oleh televisi pemerintah, Modi mengatakan bahwa pemerintah akan mengambil langkah untuk membuka peluang ekonomi bagi masyarakat Kashmir.

Modi menjamin, setiap warga Jammu dan Kashmir memiliki hak untuk mengikuti pemilihan umum dan memilih pemimpin mereka. Dia mengatakan, pemilihan badan legislatif di wilayah tersebut akan segera dilaksanakan.

Warga Kashmir khawatir, keputusan Modi mencabut status khusus Kashmir akan mengubah demografi negara. Sekitar dua per tiga dari populasi Jammu dan Kashmir adalah Muslim, sementara India mayoritas beragama Hindu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement