Ahad 18 Aug 2019 09:11 WIB

Inggris Terancam Kekurangan Bahan Pokok Setelah Brexit

Ancaman kekurangan bahan pokok terjadi jika Inggris keluar UE tanpa kesepakatan.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Bendera Uni Eropa dan bendera Inggris yang ditinggalkan demonstran pro-Brexit di Parliament Square di London, 29 Maret 2019.
Foto: AP Photo/Matt Dunham
Bendera Uni Eropa dan bendera Inggris yang ditinggalkan demonstran pro-Brexit di Parliament Square di London, 29 Maret 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Inggris diperkirakan dapat menghadapi kekurangan bahan bakar, makanan, dan obat-obatan jika negara itu pada akhirnya harus meninggalkan Uni Eropa (Brexit) tanpa kesepakatan. Hal itu diungkapkan dalam sebuah dokumen resmi pemerintah yang bocor di acara Sunday Times, dilansir TRT, Ahad (18/8). 

Bahkan, dokumen itu juga menyebutkan secara luas, jalur pelabuhan dan transportasi Inggris akan terganggu, hingga dibutuhkan perbatasan yang ketat di Irlandia jika negara itu tidak mencapai kesepakatan transisi sebelum akhirnya meninggalkan UE pada Oktober mendatang. Sebagai contoh, hingga 85 persen truk yang selama ini menggunakan jalur penyeberangan saluran utama mungkin tidak siap menghadapi bea cukai Prancis. 

Baca Juga

“Disusun pada bulan ini oleh Kantor Kabinet Inggris di bawah nama sandi Operation Yellohammer, mereka menawarkan pandangan berbeda dalam perencanaan rahasia pemerintah untuk mencegah keruntuhan bencana dama infrastruktur negara,” demikian yang dilapokran oleh Times mengenai dokumen tersebut, dilansir TRT, Ahad (18/8). 

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah berulang kali berjanji bahwa negara tersebut akan meninggalkan UE pada 31 Oktober, dengan atau tanpa kesepakatan. Pada awal pekan ini, ia juga memberitahukan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel bahwa parlemen Westminster tidak dapat menghentikan Brexit. 

Johnson telah berada di bawah tekanan dari politisi di seluruh spektrum politik Inggris untuk mencegah Brexit yang dilakukan tanpa kesepakatakn. Bahkan, pemimpin oposisi negara itu, Jeremy Corbyn bersumpah untuk menjatuhkan Johnson pada awal September untuk menunda Brexit. 

Para penentang Brexit mengatakan bahwa keputusan Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan akan membawa bencana bagi negara yang dulunya dikenal sebagai negara demokrasi paling stabil di Barat. Bahkan, dengan keputusan tersebut, mereka menilai hal itu akan melukai pertumbuhan global, mengirimkan gelombang kejutan bagi pasar keuangan dan melemahkan London yang selama ini diklaim sebagai pusat keuangan terkemuka di dunia.

Sebelumnya telah dilaporkan bahwa ekonomi Inggris telah bergerak melambat sejak keputusan Inggris melakukan pemungutan suara pada Juni 2016 untuk meninggalkan UE. Tingkat pertumbuhan tahunan turun dari lebih dari 2 persen, sebelum referendum meningkat sebesar 1,4 persen tahun lalu.

Namun, para pendukung Brexit mengatakan mungkin akan ada krisis atau gangguan jangka pendek dengan keluarnya Inggris dari UE tanpa kesepakatan. Namun, dengan keputusan keluar dari blok tersebut, Inggris nantinya dapat lebih berkembang jika terbebas dari UE yang mereka sebut sebagai ‘percobaan terkutuk’ dalam integrasi dan menyebabkan Eropa jatuh di belakang Cina dan Amerika Serikat (AS).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement