REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Spanyol mengulangi tawarannya untuk memungkinkan 107 migran yang terdampar selama lebih dari dua pekan di Mediterania bisa mendarat di pelabuhan Spanyol, Senin (19/8). Spanyol juga mengkritik Italia karena melarang mereka mendarat di pulau Italia.
Badan amal dan penyelamat Spanyol Open Arms mengatakan Madrid dan Roma tampaknya telah mencapai kesepakatan bagi para migran untuk turun di pulau Mallorca Spanyol, Senin. Namun, tetapi pemerintah Spanyol membantah mencapai kesepakatan semacam itu.
"Satu-satunya informasi yang benar adalah pemerintah Spanyol menawarkan kepada Open Arms untuk menuju pelabuhan Spanyol terdekat dan pemerintah Italia melanggar undang-undang dengan mencegah para migran mendarat di Lampedusa," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan.
Para migran terjebak di atas Open Arms di dekat pulau Italia Lampedusa selama 18 hari. Kebanyakan dari mereka orang Afrika.
Mereka terjebak setelah menteri dalam negeri sayap kanan Italia, Matteo Salvini, memerintahkan para pejabat tidak membiarkan mereka turun dari kapal. Dia mengizinkan 27 anak di bawah umur meninggalkan kapal pada Sabtu.
Pemerintah Spanyol mengatakan belum menerima jawaban yang jelas dari Open Arms tentang bagaimana prosesnya. Penjabat wakil perdana menteri Carmen Calvo juga mengatakan kepada radio Cadena Ser pemerintah telah menghabiskan seluruh akhir pekan berbicara dengan pemerintah Italia, meminta mereka untuk merespons.
Open Arms mengatakan segala keperluan perjalanan lebih jauh dari Lampedusa tidak bisa dimengerti mengingat kondisi kapal yang memburuk. Perjalanan ke Mallorca akan memerlukan tambahan tiga hari lagi dalam situasi yang sudah sulit ini. Menorca, pulau Spanyol pertama di sepanjang rute ke Spanyol hanya sedikit lebih dekat.
Spanyol awalnya mengusulkan pelabuhan daratan Algeciras ke Open Arms, kemudian menawarkan Menorca dan Mallorca setelah kekhawatiran muncul tentang jarak yang jauh lebih jauh dari kapal yang harus melakukan perjalanan. Carmelo La Magra, seorang imam di Lampedusa yang telah bekerja dengan para migran setempat mengatakan setiap tambahan hari yang dihabiskan di kapal bagai perpanjangan siksaan.
"Ini adalah permainan politik, mungkin unjuk kekuatan tetapi yang lebih buruk adalah ini dilakukan di belakang orang-orang miskin dan rentan ini," katanya.