Ahad 04 Aug 2019 11:23 WIB

AS Sambut Baik Gencatan Senjata di Suriah

AS mendukung solusi politik dalam konflik di Suriah.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Asap membumbung setelah serangan udara pasukan Suriah dan Rusia mengenai kota al-Habeet, selatan Idlib, Suriah, Ahad (19/5).
Foto: Syrian Civil Defense White Helmets via AP, File
Asap membumbung setelah serangan udara pasukan Suriah dan Rusia mengenai kota al-Habeet, selatan Idlib, Suriah, Ahad (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyambut baik gencatan senjata di utara Suriah, benteng terakhir pemberontak di negara itu. 

"Amerika Serikat yakin tidak ada solusi militer dalam konflik Suriah, dan hanya solusi politik yang dapat memastikan stabilisasi dan keamanan di masa depan untuk seluruh rakyat Suriah," kata Departemen Luar Negeri AS, dalam pernyataan mereka, Ahad (4/8). 

Baca Juga

Pekan lalu, media Suriah melaporkan gencatan senjata akan dilakukan sepanjang pemberontak mengimplementasikan kesepakatan untuk menurunkan ketegangan, sebuah perjanjian yang ditengahi Rusia dan Turki tahun lalu. 

"Lebih lanjut kami yakin satu-satu jalan untuk solusi politik adalah proses politik yang dipimpin PBB di Jenewa, termasuk reformasi konstitusional dan pemilihan yang diawasi PBB," kata Departemen Luar Negeri AS. 

Menurut PBB, gelombang kekerasan yang terjadi di Suriah sejak bulan April lalu telah menewaskan 400 warga sipil dan memaksa 440 ribu orang mengungsi ke perbatasan Turki. Departemen Luar Negeri AS menambahkan mereka akan mendukung kerja Utusan Khusus PBB Geir Pedersen dan PBB dalam proses politik yang dipimpin Suriah yang akan mengakhiri konflik dan menciptakan perdamaian yang permanen.

Provinsi Idlib dan sebagai Hama menjadi wilayah terakhir pasukan yang memberontak terhadap Presiden Bashar al-Assad. Ia sudah bersumpah untuk merebut kembali seluruh wilayah Suriah. 

Departemen Luar Negeri AS juga memuji upaya yang dilakukan Rusia dan Turki, memberlakukan kembali gencatan senjata yang disepakati pada September 2018. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement