Senin 19 Aug 2019 12:12 WIB

Polisi Bantah Pasukan China akan Intervensi Hong Kong

Pasukan China dikabarkan berada di barisan polisi Hong Kong.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Polisi menahan seorang demonstran di Bandara Internasional Hong Kong, Selasa (13/8).
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Polisi menahan seorang demonstran di Bandara Internasional Hong Kong, Selasa (13/8).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Selama kurang lebih tiga bulan, polisi Hong Kong telah bekerja di bawah tekanan untuk mengamankan aksi protes yang terkadang berujung dengan bentrokan. Kepolisian Hong Kong menyatakan, mereka bisa menangani dan menjaga keamanan selama aksi protes berlangsung tanpa harus ada intervensi dari Beijing. 

Dalam beberapa pekan terakhir, pasukan keamanan China secara intensif menggelar latihan yang diduga sebagai persiapan untuk mengambil alih pengamanan di Hong Kong. Sejumlah foto-foto dari Polisi Rakyat Bersenjata atau People's Armed Police yang sedang menggelar latihan telah dipublikasikan oleh media pemerintah China disertai dengan ancaman intervensi keamanan ke Hong Kong

Baca Juga

"Jika ini terjadi, kita akan berada di wilayah yang benar-benar baru," ujar seorang perwira polisi senior Hong Kong yang enggan disebutkan namanya, dilansir BBC, Senin (19/8). 

Perwira polisi tersebut mengatakan, tidak ada protokol maupun rencana bahwa pasukan China akan merapat ke Hong Kong. Bahkan, mereka tidak pernah memiliki program latihan gabungan. Perwira polisi itu bersikukuh bahwa pasukan keamanan China tidak akan pernah datang untuk mengintervensi pengamanan di Hong Kong.

"Polisi Hong Kong dapat menangani krisis saat ini," kata perwira polisi itu. 

Perwira polisi itu menambahkan, spekulasi yang beredar di media sosial bahwa polisi China daratan sudah berada di barisan polisi Hong Kong adalah tidak benar. Kabar itu disebarkan oleh oknum petugas yang tidak menunjukkan nomor identitas mereka dan diduga berasal dari luar China daratan, karena bahasa Mandarin yang digunakan salah. 

Ketika ditanya apakah polisi telah menemukan bukti bahwa aksi protes yang terjadi di Hong Kong didukung oleh pemerintah asing, perwira polisi itu dengan tegas menjawab, "tidak". Kepolisian Hong Kong mengakui bahwa pada satu titik mereka terlalu banyak berpikir dalam menghadapi pengunjuk rasa. 

Namun, kini kepolisian Hong Kong dapat bergerak dan mengirim tim dengan lebih cepat. Selain itu, mereka juga menjadi lebih percaya diri karena mereka telah menangkap sejumlah tokoh penting dalam kelompok demonstran tersebut. Mereka dapat menemukan dan menangkap tokoh penting ini dengan bantuan intelijen yang ditempatkan di dalam barisan para pemrotes. Mereka menyebut hal itu sebagai operasi umpan.

Penyamaran polisi telah menimbulkan kekhawatiran dan paranoia di antara kelompok-kelompok pengunjuk rasa. Pada Selasa pekan lalu, para aktivis menyerang dua pria termasuk seorang wartawan media pemerintah China di bandara Hong Kong. Mereka menuding dua pria tersebut sebagai polisi yang menyamar. 

Meskipun polisi telah melakukan penangkapan, masyarakat umum terutama kubu pro demokrasi menyerukan penyelidikan independen atas dugaan kekerasan yang digunakan oleh polisi. Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menolak penyelidikan independen tersebut. Petugas kepolisian juga menyatakan bahwa tidak perlu penyelidikan independen khusus. 

Kepercayaan publik terhadap polisi mulai menurun. Polisi kini menjadi sasaran baru bagi para pengunjuk rasa Hong Kong. Kepolisian menyatakan, penyelidikan independen belum tentu dapat mengembalikan kepercayaan publik tersebut. 

Polisi yang berada di lapangan kerap mengalami tekanan pribadi yang sangat besar. Setelah seharian penuh berjibaku dengan para pengunjuk rasa, mereka kerap dikepung oleh warga biasa yang melecehkan mereka. Bahkan, anak perempuan dari seorang perwira polisi pernah dilecehkan secara verbal oleh seseorang ketika sedang berolahraga. Orang itu mengatakan, "Apa yang ayahmu lakukan itu benar-benar menjijikkan".

Tak hanya itu, para aktivis telah memutus aliran listrik ke rumah-rumah polisi dan mengirim makanan palsu pada dini hari. Sekitar 300 anggota polisi juga menghadapi cyber-bullying. Data-data pribadi termasuk foto-foto anak mereka dipublikasikan secara online oleh kelompok pengunjuk rasa. Cyber-bullying tersebut bertujuan untuk mengancam para polisi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement