Selasa 20 Aug 2019 08:54 WIB

Gibraltar Bebaskan Tanker Iran

Gibraltar menolak permintaan AS agar kapal Grace 1 tetap ditahan.

Kapal tanker minyak Iran Grace 1 di Selat Gibraltar, Spanyol, 15 Agustus 2019.
Foto: REUTERS/Jon Nazca
Kapal tanker minyak Iran Grace 1 di Selat Gibraltar, Spanyol, 15 Agustus 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Gibraltar membebaskan kapal tanker Iran yang ditahan dan menolak permintaan Amerika Serikat (AS) untuk memperpanjang penahanan kapal tersebut. Menurut situs web pemantauan Marine Traffic, kapal tanker yang telah ditahan sejak 4 Juli di lepas pantai Gibraltar mengangkat jangkar pada Ahad (18/8) pukul 23.00 malam waktu setempat.

Gibraltar adalah wilayah Inggris yang dikenal sebagai British Overseas Territory. Kapal yang sebelumnya memiliki nama Grace 1 kini berganti menjadi Adrian Darya 1.

Berdasarkan data pelacakan kapal, Refinitiv, kapal tersebut menuju ke Kalamata, Yunani, pada Senin (19/8) pagi. Kapal ini memiliki muatan minyak mentah senilai 130 juta dolar AS. Hingga berita ini ditulis, belum ada komentar dari pihak Yunani.

Penahanan kapal tanker tersebut seharusnya berakhir pada pekan lalu. Pada Kamis Mahkamah Agung Gibraltar memerintahkan pembebasan kapal Grace 1 setelah ditahan selama lebih dari 40 hari. Keputusan ini muncul setelah pemerintah Gibraltar menerima jaminan tertulis bahwa kapal iti tidak akan berlayar menuju negara-negara yang dikenai sanksi Uni Eropa.

Namun, pada Jumat (16/8) pengadilan AS mengeluarkan surat perintah untuk menyita kapal tanker tersebut dengan alasan kapal itu memiliki keterkaitan dengan Garda Pengawal Revolusi Islam Iran yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Washington. Gibraltar kemudian menyatakan, mereka tidak dapat memenuhi permintaan Washington karena hukum Eropa.

"Ketidaksanggupan Otoritas Pusat untuk mencari perintah yang diminta adalah hasil dari operasi hukum Uni Eropa dan perbedaan dalam sanksi yang berlaku untuk Iran di UE dan AS. Rezim sanksi UE terhadap Iran yang berlaku di Gibraltar, jauh lebih sempit daripada yang berlaku di AS," ujar Pemerintah Gibraltar dalam sebuah pernyataan dilansir Aljazirah.

Pada Juli lalu Marinir Inggris menangkap kapal tanker Iran di Gibraltar atas dugaan membawa minyak ke Suriah dan melanggar sanksi Uni Eropa. Hal ini menyebabkan meningkatnya ketegangan pada rute pengiriman minyak internasional melalui Teluk.

Iran pun mengancam akan melakukan aksi setimpal. Teheran kemudian menangkap kapal tanker Stena Impero yang berbendera Inggris pada 19 Juli. Iran mengklaim kapal tersebut melakukan pelanggaran hukum internasional.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi ditanya para wartawan tentang kemungkinan AS untuk mencoba lagi menahan kapal tanker Iran. “Tindakan seperti itu atau bahkan meski sebatas kata-kata... akan membahayakan keamanan pelayaran di laut bebas," kata Mousavi.

Ia mengingatkan, upaya AS untuk menyita kapal tanker Iran akan berbuah konsekuensi berat. "Iran sudah mengeluarkan peringatan yang diperlukan melalui jalur resmi, khususnya melalui Kedutaan Besar Swiss, kepada pejabat Amerika agar tidak melakukan kesalahan karena hal itu akan berbuah konsekuensi berat," ujar Mousavi.

Swiis memang mewakili AS dalam mengurus kepentingannya dengan Iran. Saat ini, AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Iran.

Sedangkan, terkait kapal Inggris yang ditahan Iran, kapal Stena Impero, Mousavi mengatakan, Iran masih menunggu keputusan pengadilan mereka. Kapal Stena Impero diklaim melakukan pelanggaran dan Mousavi menyatakan prosedur peradilan diharapkan dapat selesai sesegera mungkin.

Secara terpisah, seorang anggota parlemen senior Iran mengatakan, krisis hubungan Iran dengan Inggris tidak akan berakhir hingga kapal Grace 1 atau dengan nama barunya, Adrian Darya 1, sampai di tempat tujuan.

"Sampai kapal tanker minyak Iran tiba di tujuannya, Inggris harus membantu mengakhiri krisis. Ini berarti krisis dengan Inggris belum berakhir. Inggris memiliki tanggung jawab utama untuk mengakhiri krisis kapal tanker minyak," ujar anggota komite keamanan nasional dan urusan luar negeri parlemen, Heshmatollah Falahatpisheh, dikutip oleh kantor berita ISNA.

photo
Kapal tanker berbendera Inggris Stena Impero di pelabuhan Iran Bandar Abbas, yang ditahan Garda Revolusi Iran saat berada di Selat Hormuz, Sabtu (20/7).

Kepala Pengadilan Tinggi Iran Ebrahim Raisi mengatakan, "Iran harus menuntut ganti rugi... untuk memberi pelajaran kepada mereka yang bertindak melawan hukum dan aturan internasional dengan menyita kapal tanker (Grace 1—Red)."

Iran memang selalu menyangkal bahwa Grace 1 berlayar menuju Suriah yang dikenal sebagai sekutu Iran. Grace 1 dan Steno Impero telah menjadi bidak catur dalam permainan diplomatik yang lebih besar.

Kedua tanker itu makin meningkatkan ketegangan AS dan Iran. Sebelumnya, ketegangan dipicu sejak Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 yang dikenal Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada Mei 2018. AS kemudian menjatuhkan kembali berbagai sanksi ekonomi terhadap Iran. Sedangkan, Uni Eropa masih tetap berkomitmen pada JCPOA. n rizky jaramaya/reuters ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement