Rabu 21 Aug 2019 15:11 WIB

Ribuan Orang Ditahan di Kashmir

Sebanyak 2.300 orang ditahan di Kashmir yang dikuasai India.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Warga Kashmir di luar kantor polisi menunggu kabar keluarga mereka yang ditahan saat penggerebekan polisi di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Selasa (20/8).
Foto: AP Photo/ Dar Yasin
Warga Kashmir di luar kantor polisi menunggu kabar keluarga mereka yang ditahan saat penggerebekan polisi di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Selasa (20/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Setidaknya 2.300 orang telah ditahan di Kashmir, yang dikuasai India dengan dalih untuk mencegah terjadinya kerusuhan setelah New Delhi mencabut hak khusus Kashmir. Angka tersebut berasal dari polisi Kashmir dan berdasar statistik penangkapan yang ditinjau Associated Press.

Menurut tiga pejabat polisi, mereka yang ditangkap termasuk pemrotes anti-India, dan juga pemimpin Kashmir pro-India yang telah ditahan di penjara dan fasilitas darurat lainnya. Para pejabat memiliki akses ke semua catatan polisi, tetapi berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara dan takut akan pembalasan dari atasan.

Baca Juga

Tindakan keras itu dimulai tepat sebelum pemerintah nasionalis Hindu pimpinan Perdana Menteri, Narendra Modi pada 5 Agustus melepas Jammu dan Kashmir dari semi-otonomi dan kenegaraannya, sehingga menciptakan dua wilayah federal.

Ribuan tentara India tambahan dikirim ke pos-pos pemeriksaan di Lembah Kashmir, yang telah menjadi salah satu wilayah yang paling termiliterisasi di dunia. Komunikasi telepon, telepon seluler, internet, dan layanan TV kabel terputus untuk tujuh juta orang, meskipun beberapa komunikasi secara bertahap dipulihkan di beberapa tempat.

Warga Kashmir telah melakukan protes dan bentrok dengan polisi. Tiga pejabat itu mengatakan, sekitar 300 demonstrasi dilakukan untuk menentang kontrol ketat India atas Kashmir.

Salah satu pejabat mengatakan sebagian besar penangkapan terjadi di Srinagar, kota utama Kashmir. Sedikitnya 70 warga sipil, dan 20 polisi, serta tentara telah dirawat di tiga rumah sakit di Srinagar karena luka-luka akibat bentrokan.

Baik India dan Pakistan mengklaim wilayah Kashmir yang disengketakan secara keseluruhan, tetapi masing-masing hanya mengendalikan sebagian.  Status khusus Kashmir dilembagakan tidak lama setelah India mencapai kemerdekaan dari Inggris pada 1947.

Juru bicara resmi di Jammu dan Kashmir, Rohit Kansal, telah berulang kali menolak untuk memberikan rincian tentang penangkapan dan penahanan. Ia hanya mengatakan bahwa hal itu dilakukan untuk mencegah protes dan bentrokan anti-India di wilayah tersebut. Ia menolak pertanyaan tentang penangkapan khusus.

Statistik penangkapan menunjukkan, hampir 100 orang telah ditangkap di bawah Undang-Undang Keamanan Publik. Undang-undang itu mengizinkan orang ditahan hingga dua tahun tanpa pengadilan.

Sementara itu, Juru bicara Central Reserve Police Force, Moses Dhinakaran mengatakan, ia tidak tahu berapa banyak orang yang telah ditahan karena agensinya tidak memiliki peran langsung.

Sementara, para anggota keluarga berkerumun di luar kantor polisi pada Selasa (20/8), memohon pembebasan putra, suami, dan saudara mereka. Puluhan pria dan wanita bersama anak-anak mereka duduk di jalan di luar kantor polisi Srinagar menunggu untuk mendengar terkait dengan sekitar 22 pria muda dan remaja, yang telah ditahan dalam serangan malam hari di satu lingkungan. Warga mengatakan polisi dan tentara melakukan penggerebekan untuk menekan perbedaan pendapat.

Ali Mohammed Rah mengatakan, polisi dan tentara menyerbu masuk ke rumahnya. Kemudian menyeret kedua putranya, yang berusia 14 dan 16 tahun, dari tempat tidur mereka. Rah mengatakan istrinya, yang adalah seorang pasien jantung, telah memohon kepada mereka untuk membiarkan anak-anaknya. "Istri saya pingsan dan sekarang di rumah sakit," kata dia.

Seorang perempuan muda bernama Ulfat, yang masih belum pulih dari melahirkan, mengatakan suaminya ditangkap di rumah sekitar jam 02.00 pagi. "Siapa yang akan memberi keluarga kita makanan dan obat-obatan? Di mana saya harus pergi dengan bayi saya?" ucapnya bersama putrinya yang baru lahir di pangkuannya.

Di sisi lain, Raj Begum mengatakan bahwa putranya yang berusia 24 tahun dibawa pergi tanpa alas kaki dan memakai celana pendek. "Tentara memukul saya dengan papan kayu ketika saya mencoba untuk menahan penangkapan anak saya," katanya.  

Suaminya, Abdul Aziz, membawa tas sepatu dan pakaian untuk putra mereka. "Bisakah mereka setidaknya mengambil pakaian ini?" kata Aziz.

Di daerah Soura di Srinagar, warga telah memblokade lingkungan itu dengan menggali parit. Mereka meletakkan kawat berduri, dan memasang tiang untuk menghentikan serangan. Penduduk, membawa kapak dan tongkat, bergiliran melakukan patroli malam guna bertahan melawan serangan.

Ali Mohammed (52 tahun) mengatakan pasukan telah melakukan dua upaya gagal untuk menyerang daerah itu. "Mereka pasti akan mencoba untuk datang lagi, tetapi kami siap," katanya.

Di Washington, seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) ingin melihat India mengembalikan hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua warga Kashmir, termasuk pembebasan tahanan. Pejabat itu tidak berwenang untuk membahas diskusi diplomatik di depan umum, dan berbicara dengan syarat anonimitas.

Sementara India kerap mencoba menekan pemberontakan, termasuk pemberontakan bersenjata berdarah pada 1989. Sekitar 70 ribu orang telah terbunuh sejak pemberontakan itu dan penindasan militer India berikutnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement