Kamis 22 Aug 2019 09:24 WIB

Qatar Cabut Dukungan Atas Kebijakan China di Xinjiang

Sebanyak 37 duta besar untuk PBB mendukung kebijakan China di Xinjiang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Warg Uighur dengan latar patung mendiang pemimpin China Mao Zedong di  Khasgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China.
Foto: Thomas Peter/Reuters
Warg Uighur dengan latar patung mendiang pemimpin China Mao Zedong di Khasgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Qatar menarik dukungannya terhadap kebijakan Cina di Provinsi Xinjiang. Kendati demikian, Qatar berharap dapat memainkan peran konstruktif untuk membantu menyelesaikan persoalan di Xinjiang.

"Dengan mempertimbangkan fokus kami pada kompromi dan mediasi, kami percaya mengesahkan bersama surat tersebut akan membahayakan prioritas utama kebijakan luar negeri kami," kata perwakilan tetap Qatar untuk PBB di Jenewa Ali al-Mansouri dalam suratnya yang dikirim ke Dewan Keamanan PBB, seperti dilaporkan Bloomberg, dikutip Aljazirah.

Baca Juga

Terkait permasalahan Xinjiang, al-Mansouri mengatakan Qatar masih mempertahankan sikap netral. "Dan kami menawarkan layanan mediasi dan fasilitas kami," ujarnya.

Keputusan Qatar mencabut dukungannya terhadap kebijakan Cina di Xinjiang pun menuai sambutan positif. "Kami senang dan menyambut kenyataan Qatar mengubah posisinya dan mengakhiri dukungannya untuk kebijakan Cina melawan Muslim Uighur," kata Wakil Presiden Society of Muslim Scholars of East Turkestan (SMSET) Mahmoud Mohamad.

Dia menyerukan agar negara lain mengikuti langkah Qatar. "Negara-negara lain untuk mengikuti jejak Qatar dan mengakhiri dukungannya untuk kebijakan Cina terhadap Muslim Uighur," ujar Mohamad.

Bulan lalu, sebanyak 37 duta besar untuk PBB telah menandatangani sebuah surat dan dikirim ke Dewan HAM PBB yang bermarkas di Jenewa. Dalam surat itu mereka menyatakan mendukung kebijakan Pemerintah Cina di Provinsi Xinjiang.

“Menghadapi tantangan besar terorisme dan ekstremisme, Cina telah melakukan serangkaian tindakan anti-terorisme dan deradikalisasi di Xinjiang, termasuk mendirikan pusat-pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan,” demikian salah satu penggalan kalimat dalam surat tersebut.

Dalam surat itu pun dikatakan keamanan telah kembali ke Xinjiang. HAM orang-orang dari semua kelompok etnis di sana pun telah dilindungi.

Surat tersebut turut menjelaskan tidak ada serangan teror yang terjadi di Xinjiang selama tiga tahun terakhir. Masyarakat di sana menikmati kebahagiaan dan keamanan yang lebih kuat. Negara-negara yang menandatangi surat itu antara lain Arab Saudi, Rusia, Korea Utara (Korut), Venezuela, Kuba, Belarus, Myanmar, Filipina, Suriah, Pakistan, Oman, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan sejumlah negara Afrika.

Pemerintah Cina menghadapi tekanan internasional karena dituding menahan lebih dari satu juta Muslim Uighur di kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang. Tak hanya menahan, Cina disebut melakukan indoktrinasi terhadap mereka agar mengultuskan Presiden Cina Xi Jinping dan Partai Komunis Cina.

Pemerintah Cina membantah tuduhan tersebut. Menurut dia, apa yang dibangun di Xinjiang adalah pusat reedukasi dan pelatihan vokasi. Cina mengklaim kehadiran pusat tersebut penting untuk menghapus kemiskinan di Xinjiang. Beijing pun mengklaim para peserta telah menandatangani perjanjian untuk menerima pelatihan vokasi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement