Kamis 22 Aug 2019 06:57 WIB

Serangan Koalisi Saudi-UEA Tewaskan Puluhan Nelayan di Yaman

PBB mengatakan bahwa lebih dari 100 nelayan Yaman ditahan di Arab Saudi.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nidia Zuraya
Aliansi Arab Saudi berupaya menggempur milisi Houthi di Pelabuhan Adrn, Yaman Selatan.
Foto: indianexpress
Aliansi Arab Saudi berupaya menggempur milisi Houthi di Pelabuhan Adrn, Yaman Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kelompok hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW) pada Rabu (21/8) menyatakan, sebuah koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi-Uni Emirat Arab (UEA), yang memerangi pemberontak Houthi Yaman, menewaskan puluhan nelayan dalam serangan bom di kapal-kapal nelayan tahun lalu.

"Serangan angkatan laut terhadap kapal-kapal nelayan Yaman memperjelas bahwa koalisi pimpinan Saudi tidak hanya membunuh warga sipil melalui serangan udara ilegal yang tak terhitung jumlahnya, tetapi juga saat melakukan operasi di laut," kata Penjabat direktur darurat HRW, Priyanka Motaparthy, dilansir Aljazirah, Kamis (22/8).

Baca Juga

HRW menyerukan penyelidikan PBB karena dikatakan bahwa setidaknya 47 nelayan Yaman, termasuk tujuh anak-anak, tewas dalam lima serangan yang dilakukan oleh koalisi tersebut pada 2018. Kelompok yang bermarkas di New York itu juga mengatakan bahwa lebih dari 100 nelayan Yaman ditahan di Arab Saudi, beberapa diantaranya telah disiksa dalam tahanan.

Sementara itu, tidak ada tanggapan langsung oleh koalisi terhadap tuduhan HRW. Kelompok hak asasi mengatakan, mereka mewawancarai korban selamat, saksi, dan sumber-sumber berpengetahuan tentang tujuh serangan perahu nelayan, enam pada 2018 dan satu pada 2016. Warga sipil tewas dalam lima serangan yang dilakukan oleh senjata kecil dan senjata berat.

Disebutkan bahwa para nelayan melambaikan kain putih, mengangkat tangan, atau menunjukkan tidak ada ancaman. Menurut HRW, dalam tiga serangan, pasukan koalisi tidak berusaha menyelamatkan para korban yang selamat di laut, dan banyak yang tenggelam.

Kelompok itu mengatakan pejabat koalisi yang memerintahkan atau menyiksa tahanan kemungkinan besar bertanggung jawab atas kejahatan perang. HRW juga mengatakan bahwa pemberontak Houthi, yang mengendalikan ibukota, Sanaa, dan kota-kota lain di Yaman utara juga telah menyerang lalu lintas komersial di Laut Merah.

Adapun perang di Yaman dimulai pada Maret 2015 ketika koalisi yang dipimpin Arab Saudi-UEA meluncurkan kampanye udara untuk mencegah orang-orang Houthi menguasai wilayah selatan, dan mengembalikan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang diakui secara internasional.

Konflik yang telah berlangsung lama telah meningkat menjadi apa yang digambarkan oleh PBB sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Lebih dari dua pertiga populasi membutuhkan bantuan, dan puluhan ribu orang terbunuh.

Dalam laporannya, HRW menyerukan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya untuk segera menghentikan semua penjualan dan pemindahan senjata ke Arab Saudi. Seruan itu datang ketika pemberontak Houthi mengklaim pada Rabu bahwa mereka telah menembak jatuh pesawat militer AS di utara Yaman hari sebelumnya.

Seorang juru bicara militer Houthi, Yahia Sarie mengatakan dalam sebuah pernyataan, pertahanan udara mereka menjatuhkan pesawat tanpa awak MQ-9 AS di atas kota Dhamar di utara. Dia mengatakan pesawat tak berawak itu terkena rudal.

"Roket yang menabraknya dikembangkan secara lokal dan akan segera terungkap pada konferensi pers. Langit kami tidak lagi terbuka terhadap pelanggaran seperti dulu dan beberapa hari mendatang akan melihat kejutan besar," cicit Sarie di Twitter.

Komando Pusat militer AS mengatakan mereka mengetahui klaim bahwa pesawat tak berawak AS telah ditembak jatuh di Yaman. Akan tetapi menolak untuk menjelaskan lebih lanjut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement