REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan, tiga juta orang di Suriah barat laut akan menerima risiko yang mengerikan jika rezim terus bersikap ofensif terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil. Juru Bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, mengatakan pihaknya sangat terganggu dengan berlanjutnya eskalasi di barat laut Suriah.
Selain itu prospek serangan lebih dalam ke Idlib dapat memicu gelombang baru penderitaan manusia yang mungkin berdampak pada lebih dari tiga juta orang. "PBB mendesak semua pihak untuk menghormati hukum kemanusiaan internasional secara penuh," kata Dujarric seperti dilansir dari kantor berita Turki, Anadolu Agency, Kamis (22/8).
Dujarric melanjutkan, Sekjen PBB mengulangi seruan mendesaknya untuk menegakkan nota kesepahaman atau MoU September 2018 tentang Idlib, merujuk pada kesepakatan gencatan senjata yang dicapai antara Turki dan Rusia.
Dujarric menambahkan, kelompok-kelompok kemanusiaan di Idlib melaporkan meninggalnya tiga warga sipil dan 14 terluka dalam bentrokan pada Selasa kemarin, termasuk wanita dan anak-anak. Dia pun mengecam pemindahan dan penderitaan penduduk setempat.
Apalagi ribuan di antaranya harus pindah ke lokasi lain beberapa kali untuk menghindari serangan rezim. Dan antara 1 Mei dan 18 Agustus tahun ini, ada 576 ribu pergerakan orang-orang terlantar yang tercatat di barat laut negara itu.
"Banyak orang telah terlantar hingga lima kali, beberapa terpaksa di antaranya pindah sebanyak 10 kali karena pertempuran yang sedang berlangsung," ujarnya.
Turki dan Rusia sepakat pada September lalu untuk mengubah Idlib menjadi zona deeskalasi di mana tindakan agresi secara tegas dilarang. Namun, rezim Suriah dan sekutunya, secara konsisten melanggar ketentuan gencatan senjata, dan sering melancarkan serangan di dalam wilayah tersebut.