Jumat 23 Aug 2019 07:34 WIB

Korsel Batalkan Pakta Intelijen dengan Jepang

Pakta itu dirancang untuk berbagi informasi mengenai ancaman yang ditimbulkan Korut.

Bendera Jepang dan Bendera Korsel.Ilustrasi.
Foto: REUTERS
Bendera Jepang dan Bendera Korsel.Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,  SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) mengatakan pada Kamis (22/8), pihaknya akan membatalkan pakta pertukaran info intelijen dengan Jepang. Keputusan tersebut dinilai akan menaikkan perselisihan terkait sejarah dan perdagangan dan melemahkan kerja sama keamanan mengenai Korea Utara.

Dengan keputusan untuk tidak memperpanjang pakta itu, pertikaian politik dan perdagangan antara Korsel dan Jepang sekarang menjalar ke beberapa isu keamanan nasional yang sangat sensitif di kawasan itu. Pakta itu dirancang untuk berbagi informasi mengenai ancaman yang ditimbulkan oleh peluru-peluru kendali dan kegiatan nuklir Korea Utara.

Baca Juga

Keputusan untuk mengakhiri itu terjadi setelah Korea Utara meluncurkan serangkaian rudal balistik jarak pendek sebagai protes terhadap apa yang dipandangnya sebagai peningkatan militer di Korea Selatan dan Jepang. Perjanjian Informasi Militer Keamanan Umum (GSOMIA) dijadwalkan akan diperbarui secara otomatis pada Sabtu, jika satu pihak memutuskan membatalkannya.

Keputusan itu diumumkan setelah diskusi sejam di Dewan Keamanan Nasional (NSC). Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menyetujuinya.

"Jepang membuat perubahan besar di lingkungan bagi kerja sama keamanan bilateral dengan mencabut status ekspor jalur pertama Korea Selatan," kata Kim You-geun, deputi direktur NSC.

Jepang menyebut kecemasan keamanan tanpa memberikan bukti khusus bagi keputusannya mengenai status perdagangan Korsea Selatan. "Berdasarkan situasi ini, kami menentukan tak akan lagi memenuhi kepentingan nasional kami untuk mempertahankan sebuah perjanjian yang kami tandatangani dengan tujuan pertukaran informasi militer yang sensitif bagi keamanan," kata Kim dalam jumpa pers.

Jepang memprotes keputusan Korsel, demikian media Jepang NHK melaporkan.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement