Jumat 23 Aug 2019 13:43 WIB

Dialog di Australia: Mayoritas Ulama di Indonesia Mendukung NKRI

Hasil Survei menunjukkan 71,56 persen ulama menerima konsep negara bangsa.

Rep: Farid M Ibrahim/ Red:
abc news
abc news

Masa depan demokrasi di Indonesia sangat tergantung pada seberapa jauh kaum ulama yang progresif, inklusif dan moderat meningkat secara kuantitaif dan kualitatif. Karakteristik ulama seperti itu mendukung kultur politik yang demokratis selama ini.

Demikian benang merah dialog Monash Herb Feith Indonesian Engagement Centre yang menghadirkan Professor Dr Arskal Salim di kampus Universitas Monash, Melbourne, pada Kamis (22/8/2019) malam. Prof Arskal merupakan Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam pada Departemen Agama RI.

Dia menyatakan optimistis karena mayoritas ulama di Indonesia mendukung sistem negara bangsa yang demokratis. "Saya ingin mengutip survei UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2019, yang melibatkan 450 responden ulama dari 15 kota," kata Prof Arskal.

Hasil survei tersebut menunjukkan 71,56 persen ulama menerima konsep negara bangsa. Sedangkan, sebanyak 16,44 persen menolak dan sisanya tidak menjawab.

"Terlihat cukup besar karena lebih 70 persen yang menerima. Tapi, patut diperhatikan pula ada 16 persen ulama yang tetap menolak," kata penulis buku Contemporary Islamic Law in Indonesia Sharia and Legal Pluralism yang diterbitkan Edinburgh University Press 2015.

"Kalau dilihat dari karakteristik ulama dari yang progresif hingga yang ekstrimis, terlihat bahwa yang moderat masih jauh lebih banyak," jelas Prof Arskal Salim.

Survei itu menemukan ulama dengan karakter progresif sebanyak 4,89 persen, inklusif 23,33 persen, moderat 34 persen. Sehingga, jumlahnya kalau dikombinasikan itu menjadi 62,22 persen.

Sisanya sekitar 37 persen merupakan ulama dengan karateristik konservatif, eksklusif, radikal dan bahkan ekstrimis. "Dengan angka seperti ini, kita optimis bahwa mayoritas ulama tetap mendukung Indonesia yang demokratis," jelas alumni Universitas Melbourne ini.

Meski demikian, dia mengingatkan tetap ada lebih dari 30 persen ulama yang perlu diubah agar mendukung demokrasi di Indonesia.

Moderasi beragama

Dalam sejarah Indonesia, banyak ulama di awal kemerdekaan yang tidak bisa mengerti mengapa ideologi negara dengan penduduk mayoritas muslim didasarkan pada ideologi selain Islam. "Tapi seiring perubahan waktu, banyak ulama saat ini bisa menerima Pancasila dan bentuk negara bangsa yang ada," kata Prof Arskal.

Departemen Agama RI, katanya, saat ini menjalankan program "moderasi beragama" yang mendukung kegiatan-kegiatan Islam moderat. "Di lingkungan pendidikan tinggi Islam, kami memiliki sekitar 1 juta mahasiswa berasal dari 58 Universitas Islam Negeri dan lebih dri 700 perguruan tinggi swasta," katanya.

Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan mahasiswa pada perguruan tinggi umum yang berjumlah sekitar 7 juta orang. Namun, kata Prof Arskal, dia optimis tetap bisa menjaga Indonesia sebagai negara demokrasi dengan keberagamaan yang moderat.

Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement