Jumat 23 Aug 2019 17:31 WIB

Efisiensi Garuda Indonesia, Fasilitas Untuk Awak Kabin ke Australia Dikurangi

Efisiensi dilakukan di banyak hal seperti kantor, pengadaan, dan biaya-biaya

Red:
abc news
abc news

Garuda Indonesia telah mengakui jika awak kabin, yakni pramugari dan pramugara, untuk rute penerbangan langsung dari Indonesia ke Melbourne dan Sydney tidak lagi mendapatkan fasilitas hotel.

Efisiensi di tubuh Garuda Indonesia

  • Meski awak kabin langsung kembali ke Jakarta dari Australia, mereka mendapat tambahan hari libur dan tunjangan perjalanan
  • Pengamat menilai perlu dilihat dampak jam kerja lebih panjang pada kesehatan awak kabin dan pelayanannya
  • Efisiensi juga dilakukan di banyak hal, seperti kantor, pengadaan, dan biaya operasional lainnya

Menurut Garuda Indonesia, praktik tersebut adalah hal yang biasa, karena setelah terbang ke Sydney, misalnya sekitar tujuh jam, awak kabin kemudian melayani penerbangan yang kembali ke Jakarta di hari yang sama setelah beristirahat selama beberapa jam di bandara.

"Karena tidak menginap jadi kita tidak siapkan hotel, seperti di penerbangan domestik, kecuali kalau terbang malam kemudian besok paginya baru terbang lagi," ujar Ikhsan Rosan, juru bicara Garuda Indonesia, kepada Nurina Savitri dari ABC Indonesia.

Menurut Ikhsan meski ada perubahan operasional, tetapi tetap mengacu pada aturan, serta keselamatan penerbangan.

"Bagi perusahaan, apapun yang menjadi bagian dari perusahaan itu kuat, khususnya dalam kaitan lebih efisien," jelasnya.

Meski dianggap sebagai upaya untuk "tidak membuang-buang yang tidak perlu," Ikhas mengatakan kenyamanan bagi awak kabin tetap menjadi pertimbangan, termasuk jumlah hari libur dan tunjangan perjalanan yang ditambah.

Tidak menginapnya awak kabin yang terbang ke Australia masih dalam tahap menjadi uji coba, yang baru dimulai bulan Agustus 2019.

Dari Indonesia, Garuda memiliki penerbangan dari Jakarta ke Perth, Melbourne dan Sydney dan juga penerbangan Denpasar ke Perth, Melbourne dan Sydney.

Dengan sekali penerbangan sekurangnya 7 jam sekali jalan, seorang awak Garuda akan bekerja sekurangnya 14 jam ditambah masa istirahat bila dia bekerja di rute penerbangan seperti Jakarta-Melbourne pulang pergi.

Menurut Garuda, peraturan penerbangan internasional mengijinkan seorang awak bekerja sampai maksimal 18 jam dalam sehari.

Garuda Indonesia dalam sorotan

 

Di tahun 2018, Garuda Indonesia mencatat laba bersih lebih dari Rp 11,33 miliar dan angka ini melonjak tajam setelah mengalami kerugian di tahun 2017.

Tapi laporan keuangan tersebut menjadi masalah saat dua komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolaknya karena keberatan dengan pengakuan pendapatan dan transaksi dari penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan.

Kasus tersebut membuat PT Bursa Efek Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pemeriksaan Keuangan, hingga Kementerian Keuangan turun tangan.

Kemenkeu sampai harus menjatuhkan sanksi kepada dua kantor akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Garuda.

Sementara OJK menjatuhkan sanksi terhadap Garuda Indonesia sebagai emiten, direksi, dan komisarisnya secara kolektif.

BEI juga memberikan sanksi dan denda hingga Rp 250 juta dan meminta Garuda memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangannya.

Australia juga menjatuhkan denda kepada Garuda Indonesia dengan nilai hampir Rp 200 miliar karena terlibat dalam aksi kartel dengan berbagai maskapai penerbangannya dalam pengiriman kargo.

Di Melbourne, seorang pemilik agen perjalanan mengeluhkan banyaknya pembatalan penerbangan dan jadwal yang berubah-ubah, sehingga merugikan penumpang internasional asal Australia.

Bulan Juli kemarin, Garuda Indonesia dituding bersikap "anti kritikan", setelah melaporkan dua YouTuber, Rius Vernandes dan Elwiyana Monika ke polisi.

 

Keduanya mengunggah foto dan video daftar menu di kelas bisnis yang ditulis tangan dalam penerbangan mereka.

Garuda Indonesia kemudian mencabut laporan mereka dan mengambil langkah perdamaian, meski dinilai sebagai "langkah yang tepat, meski terlambat".

Efisiensi bisa menguntungkan

 

Alvin Lie, anggota Ombudsman Republik Indonesia mengatakan kepada ABC jika ia telah mengetahui pengurangan fasilitas menginap bagi awak kabin ke Australia.

Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga yang mengawasi penyelenggaran publik, termasuk BUMN, seperti Garuda Indonesia.

Menurutnya pengurangan ini dianggap sebagai efisiensi maskapai berplat merah tersebut di semua lini, meski ia tak bisa mengatakan apakah efisiensi yang dilakukan tepat atau tidak.

"Yang saya dengar hotel dan laundry di Australia sangat mahal dan sebenarnya ini baru diuji coba bulan Agustus," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia

Yang Alvin khawatirkan adalah bagaimana dampaknya kebijakan tersebut pada kesehatan awak kabin dan kualitas pelayanan dan menurutnya dua hal ini yang sebaiknya ditinjau.

Tahun ini Garuda Indonesia menduduki peringkat kedua dalam penghargaan kru awak pesawat terbaik di dunia, yang turun satu peringkat dari tahun sebelumnya setelah direbut oleh Singapore Airlines.

Penurunan peringkat juga terjadi untuk kategori penerbangan kelas ekonomi terbaik di dunia, dimana sekarang Garuda Indonesia berada di peringkat ke 11.

"Saya perhatikan Garuda sedang mengubah operasi secara keseluruhan untuk membuatnya lebih efisien," katanya, menambahkan ada pula efisiensi untuk kantor dan biaya operasional lainnya.

"Dan jika efisiensi ini berhasil maka akan menjadi sebuah revolusi kultur korporasi, yang dalam jangka panjang menguntungkan Garuda."

Berita seputar studi, kerja dan tinggal di Australia bisa Anda dapatkan di situs ABC Indonesia dan bergabunglah dengan komunitas kami di Facebook.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement