Sabtu 24 Aug 2019 07:56 WIB

AS dan Taliban Berunding Lagi di Qatar Bahas Masa Depan Afghanistan

Lebih dari 2.400 serdadu AS tewas sejak invasi Amerika Serikat pada 2001.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/AP Photo/A. Zemlianichenko
picture-alliance/AP Photo/A. Zemlianichenko

Seorang anggota Taliban menanggapi perundingan di Qatar dan mengatakan, utusan AS Zalmay Khalilzad berbicara langsung dengan pimpinan delegasi Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar hari Rabu malam (21/08). Abdul Ghani Baradar adalah salah satu pendiri Taliban dan salah satu pentolan yang memiliki pengaruh paling kuat di kalangan itu.

Beberapa pihak di Afghanistan sempat menyatakan khawatir bahwa anggota Taliban yang menolak perundingan dengan AS bisa memecahkan diri dan bergabung dengan kelompok militan lain seperti kelompok ISIS. ISIS akhir pekan lalu mengaku bertanggung jawab atas pengeboman bunuh diri di sebuah acara pernikahan di Kabul dan menewaskan sedikitnya 80 orang.

AS dan Taliban telah mengadakan delapan putaran negosiasi sebelumnya pada tahun lalu. Kedua pihak membahas berbagai masalah termasuk penarikan pasukan AS, gencatan senjata, negosiasi intra-Afghanistan untuk diikuti dan Taliban menjamin bahwa Afghanistan tidak akan menjadi landasan peluncuran serangan teror global.

Peluang untuk solusi politik?

Sebelumnya, Zalmay Khalilzad mengatakan negosiasi itu akan menjadi kesempatan untuk menyelesaikan masalah-masalah sulit seperti reformasi konstitusi. Lalu nasib banyak milisi negara itu dan bahkan nama untuk Afghanistan, karena Taliban masih menyebutnya sebagai Imarah Islam Afghanistan.

Masih tidak jelas kapan kesepakatan mungkin tercapai. Presiden AS Donald Trump ingin secepatnya membawa pulang sebagian dari 13.000 tentara AS yang masih berada di Afghanistan sebelum pemilihan tahun depan.

Minggu ini, Trump menyebut situasi saat ini "konyol", karena pasukan AS telah berada di Afghanistan selama hampir 18 tahun. Dua tentara AS tewas dalam insiden hari Rabu. Lebih dari 2.400 serdadu AS telah tewas sejak invasi yang dipimpin Amerika Serikat pada tahun 2001 untuk menggulingkan Taliban, yang dituduh menyembunyikan pemimpin al-Qaida saat itu, Osama bin Laden.

Perang terpanjang Amerika Serikat

AS dan NATO secara resmi menyelesaikan misi tempur mereka pada tahun 2014, tetapi pasukan AS dan sekutunya masih tetap melakukan serangan sporadis terhadap kelompok Taliban dan ISIS di Afghanistan.

Afghanistan adalah konflik paling mematikan di dunia pada tahun 2018, kata PBB. Lebih banyak warga sipil tewas di sana tahun lalu daripada dalam satu dekade terakhir. Lebih dari 32.000 warga sipil telah terbunuh di Afghanistan dalam 10 tahun terakhir.

Taliban, yang sekarang menguasai kira-kira setengah dari wilayah Afghanistan, selama ini menuduh pemerintah Afghanistan sebagai boneka AS. Namun pihak Taliban juga berulang kali menyatakan siap berunding dan hidup sebagai warga biasa.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Kamis malam (22/08) menegaskan, pemerintahnya akan meninjau draf akhir perjanjian AS-Taliban untuk "diskusi komprehensif" sebelum ditandatangani.

Setelah putaran pembicaraan sebelumnya di awal bulan, Taliban mengatakan bahwa mereka telah melakukan "pembicaraan yang panjang dan menguntungkan" dengan AS. Kedua pihak sudah menjalin kontak dan melakukan pembicaraan sejak tahun lalu dalam upaya untuk menemukan penyelesaian politik untuk konflik di Afghanistan, yang telah menjadi perang terpanjang Washington.

hp/ts (afp, ap, dpa)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement