Sabtu 24 Aug 2019 00:17 WIB

PBB: Militer Myanmar Lakukan Pemerkosaan Berulang di Rakhine

Militer Myanmar menggunakan praktik kekerasan seksual dalam meneror etnis minoritas.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Andri Saubani
Foto kompilasi pengungsi Rohingya di Gundum dan Kutupalong yang mengaku menjadi korban perkosaan militer Myanmar.
Foto: Wong May E/AP Photo
Foto kompilasi pengungsi Rohingya di Gundum dan Kutupalong yang mengaku menjadi korban perkosaan militer Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Misi pencari fakta Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di Myanmar melaporkan, pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya dilakukan oleh militer secara berulang-ulang. Dalam laporan setebal 61 halaman menyebutkan bahwa militer Myanmar harus mengakhiri praktik tersebut, yang digunakan untuk meneror etnis minoritas di banyak negara bagian.

Di negara bagian Rakhine, yang merupakan rumah bagi minoritas Muslim Rohingya, praktik kekerasan seksual meluas selama operasi pembersihan etnis pada 2017. Hal ini merupakan faktor dalam menentukan niat Myanmar untuk melakukan genosida terhadap etnis Rohingya.

"Komunitas internasional harus meminta militer Myanmar untuk memperhitungkan rasa sakit luar biasa, dan penderitaan yang ditimbulkannya terhadap orang-orang dari semua gender di seluruh negara," ujar Ketua misi pencari fakta PBB, Marzuki Darusman dalam sebuah pernyataan, dilansir Anadolu Agency, Jumat (23/8).

Laporan ini didasarkan pada wawancara dengan ratusan orang yang selamat dan saksi operasi yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine, Kachin dan Shan. Marzuki mengatakan, penggunaan kekerasan seksual oleh militer dapat dikaitkan dengan bagian dari strategi yang disengaja dan terencana. Tujuannya untuk mengintimidasi, meneror, dan menghukum penduduk sipil serta memaksa mereka melarikan diri dari wilayah tersebut.

"Misi tersebut menyimpulkan dengan alasan yang masuk akal bahwa tindakan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan tindakan genosida yang mendasarinya disertai dengan kesimpulan niat genosida," ujar isi laporan yang menggunakan ejaan bahasa Inggris.

Dalam laporan itu disebutkan perempuan dan anak perempuana menjadi sasaran kekerasan seksual. Selain itu, mereka juga menjadi sasaran untuk dipukuli, dan dibakar dengan rokok. Laporan tersebut menyatakan, militer Myanmar atau yang dikenal sebagai Tatmadaw telah memperkosa dan menahan perempuan dan anak perempuan Rohingya sebagai budak seksual di pangkalan militer. Bahkan pria dan anak laki-laki juga diperkosa, disiksa secara seksual, dan dipaksa telanjang.

Berdasarkan laporan Ontario International Development Agency (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan Myanmar. PBB menggambarkan orang-orang Rohingya sebagai etnis yang paling teraniaya di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement