REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Polisi Hong Kong menyatakan pada Senin (26/8), mereka menangkap 36 orang, yang termuda berusia 12 tahun, setelah kekerasan selama demonstrasi anti-pemerintah meningkat. Pengunjuk rasa melemparkan bom molotov ke pasukan keamanan, yang menanggapi dengan water canon atau meriam air dan gas air mata.
Polisi menembakkan meriam air dan gas air mata dalam bentrokan dengan pengunjuk rasa yang melemparkan batu bata pada Ahad (25/8), hari kedua bentrokan keras di Hong Kong. Polisi dalam sebuah pernyataan mengatakan, enam petugas mengeluarkan pistol dan satu petugas menembakkan tembakan peringatan ke udara.
"Meningkatnya aksi ilegal dan kekerasan dari para demonstran radikal tidak hanya keterlaluan, mereka juga mendorong Hong Kong ke ambang situasi yang sangat berbahaya," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan.
Polisi mengatakan mereka menangkap 29 pria dan tujuh perempuan, berusia 12 hingga 48 tahun karena pelanggaran termasuk pengumpulan massa yang melanggar hukum, kepemilikan senjata ofensif, dan menyerang petugas polisi
Dalam protes pada Ahad (25/8) terjadi beberapa bentrokan paling sengit antara polisi dan demonstran. Unjuk rasa semakin meningkat setelah protes terkait Rancangan Undang Undang (RUU) ekstradisi yang sekarang ditangguhkan yang memungkinkan orang-orang Hong Kong yang bersalah dikirim ke China untuk diadili.
Lebih banyak demonstrasi direncanakan pada beberapa hari dan pekan ke depan, termasuk demonstrasi di markas Cathay Pacific Airways Hong Kong pada Rabu (28/8) untuk memprotes persepsi "white terror", ungkapan umum untuk menggambarkan tindakan anonim yang menciptakan iklim ketakutan. Cathay terdampak demonstrasi setelah China menuntutnya untuk menangguhkan staf yang terlibat atau mendukung demonstrasi anti-pemerintah. Protes tersebut juga menimbulkan tantangan bagi Presiden China Xi Jinping sejak ia berkuasa pada 2012.
Peserta demonstrasi kembali mengadopsi taktik 'kucing-dan-tikus' pada Ahad malam. Mereka bergerak cepat ke lokasi-lokasi, tempat mereka mendirikan barikade untuk memblokir beberapa jalan.
Bentrokan pada Sabtu (24/8) dan Ahad menandai kembalinya kerusuhan setelah berhari-hari demonstrasi yang lebih tenang. Protes, yang meningkat pada Juni karena RUU ekstradisi telah mengguncang Hong Kong selama tiga bulan. Terkadang menyebabkan gangguan serius termasuk memaksa penutupan bandara.
Hong Kong sebagai pusat keuangan utama Asia, menghadapi krisis politik terbesarnya sejak penyerahan kekuasaan dari pemerintahan Inggris pada 1997. Para pengunjuk rasa mengatakan mereka berjuang melawan berkurangnya pengaturan satu negara, dua sistem, di mana Hong Kong kembali ke Cina dengan janji adanya kebebasan.