REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Kepolisian Hong Kong mengatakan mereka menangkap 36 orang. Penangkapan itu dilakukan setelah kekerasan pecah dalam aksi unjuk rasa Ahad (25/8) kemarin di mana pengunjuk rasa melemparkan bom molotov yang dibalas polisi dengan gas air mata dan water canon.
Unjuk rasa tersebut terjadi bentrokan paling keras antara pengunjuk rasa dan polisi dalam gejolak politik yang terjadi dalam tiga bulan terakhir. Polisi menembakkan water canon dan gas air mata saat pengunjuk rasa melempari mereka dengan batu.
Unjuk rasa ini bermula protes warga Hong Kong atas rencana undang-undang ekstradiksi yang memperboleh tersangka di kota itu dibawa ke Cina untuk diadili. Meski rencana undang-undang tersebut sudah dicabut pengunjuk rasa masih melakukan aksinya menuntut demokrasi yang lebih luas lagi dari pemerintah pusat Cina.
Dalam pernyataannya polisi Hong Kong mengatakan ada enam petugas yang menarik pistol mereka. Satu orang petugas melepaskan tembakan peringatan.
"Peningkatkan ketegangan ilegal dan aksi kekerasan yang dilakukan pengunjuk rasa radikal tidak hanya kelewatan, mereka juga mendorong Hong Kong ke ambang batas situasi yang membahayakan," kata pemerintah Hong Kong dalam pernyataan mereka, Senin (26/8).
Polisi mengatakan mereka menahan 29 laki-laki dan tujuh perempuan yang berusia antara 12 sampai 48 tahun. Orang-orang itu ditahan karena melakukan rapat ilegal, memiliki senjata, dan menyerang petugas polisi.
Bentrokan yang terjadi pada Sabtu dan Ahad lalu mengakhiri demonstrasi damai yang dilakukan pada hari-hari sebelumnya. Sebagai pusat keuangan Asia, Hong Kong menghadapi krisis politik terbesar sejak diserahkan kembali ke China pada 1997.
Pengunjuk rasa mengatakan mereka melawan erosi perjanjian 'satu negara, dua sistem' yang diterapkan saat Inggris menyerahkan Hong Kong ke China. Janji yang harusnya tetap berlaku selama 50 tahun sejak 1997.
Unjuk rasa ini membuat hotel-hotel dan restoran di kota itu sepi. Beberapa acara internasional juga ditunda.