Selasa 27 Aug 2019 10:00 WIB

Trump Dikabarkan Segera Bertemu Presiden Iran

Trump sempat dilaporkan terkejut akan kehadiran Zarif di KTT G7.

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Prancis emmanuel Macron berbicara dalam konferensi pers KTT G7 di Biarritz, Prancis, Senin (26/8).
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Prancis emmanuel Macron berbicara dalam konferensi pers KTT G7 di Biarritz, Prancis, Senin (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BIARRITZ -- Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin (26/8) mengatakan bahwa ia sedang mempersiapkan pertemuan antara Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pertemuan diperkirakan digelar dalam beberapa pekan ke depan untuk menemukan penyelesaian masalah ketegangan akibat nuklir Iran.

Rouhani dan Trump diperkirakan akan hadir dalam sidang Majelis Umum PBB di New York pada September. "Ada dua hal yang amat penting bagi kita; Iran tidak akan pernah boleh memiliki senjata nuklir dan keadan ini tidak akan boleh dibiarkan mengancam stabilitas kawasan," kata Macron pada penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Biarritz, Prancis, Senin.

"Saya harapkan, dalam beberapa pekan ke depan, berdasarkan perbincangan kali ini, kita akan bisa menyaksikan pertemuan antara Presiden Rouhani dan Presiden Trump," ujarnya.

KTT G7 kali ini sempat membuat kejutan dengan hadirnya Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif. Trump sempat dilaporkan terkejut dan marah atas kehadiran Zarif. Namun, belakangan ia mengklaim bahwa ia sudah menyetujui kedatangan Zarif.

Pada Ahad (25/8), Macron mengatakan, Prancis akan terus menjalin dialog dengan Iran dalam beberapa pekan mendatang. Tujuannya agar ketegangan dapat diredam.

Menjelang perhelatan KTT G7, Zarif sempat melakukan pembicaraan dengan Macron dan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian. Mereka membahas nasib kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Pembicaraan berlangsung lebih dari tiga jam. “Jalan di depan sulit tetapi patut dicoba,” kata Zarif melalui akun Twitter pribadinya seusai melakukan pembicaraan tersebut.

Seorang pejabat Prancis mengungkapkan diskusi antara Macron dan Zarif berjalan positif. Menurut dia, hal itu akan dilanjutkan pada waktu mendatang. Namun, dia menolak memberikan keterangan terperinci perihal apa saja yang mereka bahas.

Sementara itu, Macron mengatakan, negara anggota G7 menentang kepemilikan senjata nuklir oleh Iran. “Tidak ada anggota G7 yang ingin Iran mendapatkan senjata nuklir. Yang kedua, semua anggota G7 sangat terikat pada stabilitas serta perdamaian di kawasan itu,” ujar Macron.

Dia menegaskan bahwa Prancis akan terus menjalin dialog dengan Iran dalam beberapa pekan mendatang. Tujuannya agar ketegangan dapat diredam.

AS keluar dari JCPOA pada 2018 dan memberlakukan kembali sederet sanksi terhadap Iran. Sanksi itu juga dikenakan AS atas Zarif.

Sejak awal Juli lalu Iran mulai menangguhkan komitmennya dalam JCPOA. Hal itu merupakan upaya Teheran untuk menekan Eropa agar melindungi aktivitas perdagangannya dari sanksi AS.

Dua orang pejabat dan seorang diplomat Iran mengatakan bahwa Barat ingin bernegosiasi dengan Teheran untuk menyelamatkan JCPOA. Iran ingin mengekspor minyak minimal 700 ribu barel per hari dan idealnya 1,5 juta barel per hari.

Namun, kata salah seorang diplomat yang terlibat dalam pertemuan G7, para pemimpin sekutu AS gagal menyakinkan Trump. Mereka membujuk Presiden AS itu untuk mengeluarkan kembali keringanan para pembeli minyak Iran yang ditarik pada bulan Mei lalu.

photo
Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif.

Terkejut

Sejumlah laporan media menyebutkan kunjungan Zarif ke KTT G7 di Biarritz mengejutkan Trump. Namun, Trump kemudian menyangkal bahwa ia sempat merasa terkejut atau marah. Ia malah memuji kebersamaan dengan para pemimpin G7 lain.

Dalam pernyataan bersama Trump dan Macron di hadapan awak media, Trump mengatakan bahwa KTT tersebut berjalan sukses dan menunjukkan kebersamaan.

"Tak seorang pun ingin meninggalkan diskusi penutupan," kata Trump. "Sungguh benar-benar G7." n kamran dikarma/lintar satria/reuters/ap ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement