Kamis 29 Aug 2019 13:43 WIB

Iran Minta AS Patuhi Kesepakatan Nuklir 2015

AS menarik diri dari kesepakatan tersebut untuk membatasi pengembangan nuklir Iran.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
(Ilustrasi) Kapal tanker Iran ditambatkan di Pulau Kharg, di Teluk Persia, Iran selatan, 12 Maret 2017. Pemerintah AS pada 2 November 2018 mengumumkan akan memberlakukan kembali sanksi yang telah dicabut berdasarkan kesepakatan nuklir Iran. Lima negara termasuk Amerika Serikat membuat kesepakatan dengan Iran pada 2015 yang mencabut sanksi.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
(Ilustrasi) Kapal tanker Iran ditambatkan di Pulau Kharg, di Teluk Persia, Iran selatan, 12 Maret 2017. Pemerintah AS pada 2 November 2018 mengumumkan akan memberlakukan kembali sanksi yang telah dicabut berdasarkan kesepakatan nuklir Iran. Lima negara termasuk Amerika Serikat membuat kesepakatan dengan Iran pada 2015 yang mencabut sanksi.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan Amerika Serikat (AS) harus mematuhi kesepakatan nuklir (JCPOA) 2015 dan menghentikan sanksi ekonomi terhadap rakyat Iran. Zarif menegaskan apabila AS tidak dapat memenuhinya, maka Iran tidak ingin bertemu untuk melakukan pembicaraan.

"AS terlibat dalam perang ekonomi melawan rakyat Iran dan tidak mungkin bagi kami untuk terlibat dengan AS, kecuali mereka berhenti memaksakan perang dan terlibat dalam terorisme ekonomi terhadap rakyat Iran," kata Zarif kepada wartawan di Kuala Lumpur, Kamis (29/8).

Baca Juga

Ketegangan antara Teheran dan Washington telah meningkat sejak Trump menarik diri dari JCPOA 2015. AS menarik diri dari kesepakatan tersebut untuk membatasi pengembangan nuklir Iran. Selain itu, AS juga menerapkan kembali sanksi terhadap Iran.

Sementara, Iran perlahan-lahan telah melanggar kesepakatan JCPOA 2015 sebagai pembalasan atas sanksi AS. Iran mengancam akan melakukan pelanggaran lebih lanjut pada awal September jika sanksi tersebut tidak segera dicabut.

"Jadi jika mereka ingin kembali ke meja perundingan, ada tiket yang harus mereka beli, dan tiket itu adalah mematuhi perjanjian. Kita akan bertemu jika ada hasilnya," kata Zarif.

Di sisi lain, Iran akan mempercepat langkah hukum untuk kapal tanker minyak Inggris yang ditahan oleh Teheran pada bulan lalu di Selat Hormuz. Kapal berbendera Inggris, Stena Impero ditahan di pelabuhan Iran pada 19 Juli, tepatnya dua pekan setelah Inggris menahan kapal tanker Iran di wilayah Gibraltar. Zarif mengatakan, Iran tidak akan bersikap lunak dengan kapal-kapal yang melanggar hukum di Teluk Persia.

"Kami akan mempercepat proses hukum untuk kapal tanker Inggris yang sekarang dalam tahanan kami setelah mereka pada dasarnya melakukan kejahatan laut dengan mengambil kapal kami," kata Zarif.

Washington telah meminta kepada negara-negara sekutunya bergabung dalam operasi militer dalam rangka menjaga pengiriman minyak di Selat Hormuz. Selat Hormuz merupakan pintu gerbang penting bagi industri minyak global. Sejauh ini, Inggris, Australia, dan Bahrain bergabung dengan misi keamanan yang dimpin AS tersebut.

"Mereka melanggar undang-undang tentang komunikasi jalur laut, tentang pembuangan limbah. Sekarang tidak ada alasan untuk bersikap lunak terhadap mereka yang melanggar hukum internasional,” kata Zarif.

Secara terpisah, Presiden Iran Hassan Rouhani meminta warganya bersatu mengatasi perang ekonomi yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS). Rouhani mengatakan, pemerintah akan menempuh jalur diplomasi untuk menyelesaikan perselisihan dengan AS, meskipun dia tidak mempercayai Presiden AS Donald Trump.

"Kita perlu bersatu untuk berjuang melawan dan memenangkan perang ekonomi yang telah diluncurkan Amerika melawan Iran," kata Rouhani dalam pidato yang disiarkan televisi.

Sebelumnya, Rouhani mengatakan, Iran tidak akan berbicara dengan AS hingga semua sanksi terhadap Teheran dicabut. Juru bicara pemerintah Iran Ali Rabie mengatakan, Iran memang tidak mempercayai AS. Namun, Iran tidak pernah meninggalkan upaya diplomasi dalam penyelesaian konflik ini.

"Dengan mempertimbangkan sifat-sifat pribadi Trump, kami tidak percaya padanya. Namun, Iran tidak pernah meninggalkan diplomasi. Kami bertekad mengejar itu agar setara (dengan AS),” ujar Rabie.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement