Kamis 29 Aug 2019 13:52 WIB

Amnesty Kritik Bangladesh Hambat Pendidikan Anak Rohingya

Sekolah di dekat Cox's Bazar akan mengeluarkan siswa Rohingya yang terdaftar.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah anak muslim Rohingya membaca Alquran di masjid kampung Char Pauk, Sittwe, Myanmar.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Sejumlah anak muslim Rohingya membaca Alquran di masjid kampung Char Pauk, Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Direktur Asia Selatan Amnesty International Biraj Patnaik menuturkan ada hampir setengah dari sekitar satu juta pengungsi Rohingya di Bangladesh berusia di bawah 18 tahun. Hal ini diketahui dalam perjalanan Amnesty International ke Cox's Bazar, Bangladesh, 11-24 Februari 2019.

Peneliti Amnesty International berbicara kepada 97 pengungsi di sembilan kamp. Sebagian besar melarikan diri dari Myanmar dengan keluarga mereka setelah gelombang kekerasan terjadi di desa-desa mereka yang dimulai pada Agustus 2017. Sebagian sudah berada di Bangladesh selama sekitar dua tahun. Ada juga yang lahir di Bangladesh.

Baca Juga

Patnaik mengatakan, peluang pendidikan di Bangladesh sangat terbatas bagi anak-anak Rohingya. Misalnya, dalam hal fasilitas pendidikan yang telah diizinkan untuk beroperasi di kamp-kamp dan izin bagi siswa Rohingya yang terdaftar untuk bersekolah di sekolah lokal Bangladesh.

Pada Januari 2019, pemerintah Bangladesh mengeluarkan pemberitahuan sekolah menengah di dekat Cox's Bazar akan mengeluarkan siswa Rohingya yang terdaftar namanya. Muhamad, yang tinggal di Kamp Nayapara, menggambarkan kehancuran putrinya dalam proses ini.

"Dia senang pergi ke sekolah dan belajar banyak. Saya mendorongnya terus belajar. Penting bagi anak perempuan mendapat kesempatan yang sama seperti anak laki-laki. Ketika dikatakan anak-anak Rohingya tidak bisa bersekolah lagi, dia pulang sambil menangis," kata Muhamad dikutip dari laman Amnesty International, Kamis (29/8).

Di sisi lain, menurut pemerintah Bangladesh, pemberian pendidikan komprehensif akan mendorong para pengungsi tetap di Bangladesh daripada kembali ke Myanmar.

Selain ruang ramah anak dan pusat-pusat pembelajaran yang menawarkan waktu bermain dan pelajaran sekolah dasar, pendidikan bagi para pengungsi Rohingya di kamp atau di sekolah lokal di dekat kamp juga dilarang pemerintah Bangladesh.

Amnesty International menyebut ini merupakan pelanggaran berat terhadap salah satu yang paling penting dari hak asasi anak, yakni hak atas pendidikan. Hal itu juga akan memiliki konsekuensi yang tak terhitung untuk masa depan mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement