Kamis 29 Aug 2019 18:33 WIB

MA Thailand Kuatkan Hukuman Mati Pembunuh Dua Turis Inggris

Pembunuhan terhadap pasangan asal Inggris terjadi pada 2014.

Turis Inggris korban pembunuhan di Thailand David Miller (kiri) dan Hannah Witheridge.
Foto: ibtimes
Turis Inggris korban pembunuhan di Thailand David Miller (kiri) dan Hannah Witheridge.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Mahkamah Agung Thailand menguatkan keputusan hukum bagi dua pekerja migran asal Myanmar dalam pembunuhan terhadap dua pelancong asal Inggris di pulau wisata Koh Tao, Kamis (29/8). Para pekerja itu, Zaw Lin dan Win Zaw Htun, dijatuhi hukuman mati atas pembunuhan terhadap David Miller pada 24 September 2014 serta pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Hannah Witherridge (23 tahun).

Dalam keputusannya, dua anggota majelis hakim mengatakan hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan dalam tingkat yang lebih rendah akan dikuatkan karena orang-orang itu dinyatakan bersalah atas pembunuhan dan pemerkosaan berdasarkan bukti dan hasil forensik. Orang-orang itu tidak menunjukkan perubahan emosi ketika mendengarkan dengan seksama melalui seorang penerjemah. Keputusan itu dibacakan di pengadilan di Provinsi Nonthaburi, tepat di utara ibu kota, Bangkok.

Baca Juga

Tim penasehat hukum mereka mengatakan akan mencari pengampunan kerajaan dalam waktu 60 hari, sesuai dengan aturan hukum di Thailand. Setelah penemuan mayat seorang turis Inggris di sebuah pantai di Koh Tao, polisi mengatakan korban bernama Witheridge telah diperkosa dan dipukul sampai mati. Sedangkan Miller menderita pukulan di kepalanya.

Pembunuhan itu menodai citra Thailand di industri pariwisata, yang menyumbang sekitar 10 persen dari ekonomi negara itu. Zaw Lin dan Win Zaw Htun dengan cepat ditangkap dan kemudian dijatuhi hukuman mati pada 2015. Putusan tersebut dikuatkan oleh pengadilan tinggi pada 2017.

Polisi Thailand telah menghadapi kecaman luas dari dalam negeri dan internasional atas penanganan terhadap kasus dan pembuktiannya. Sebuah tim penasehat hukum pro-bono yang membela terdakwa mengatakan bukti yang dikumpulkan polisi tidak dapat diandalkan. Menurut mereka, bukti yang digunakan polisi tidak sesuai dengan standar yang diterima secara internasional sehingga seharusnya tidak digunakan untuk menghukum mereka.

Para pengacara juga mengatakan orang-orang yang dituduh itu disiksa dan dipaksa membuat pengakuan yang kemudian mereka tarik kembali. "Hukuman mati terhadap kedua tersangka dan hukuman mereka harus diubah dan dibatalkan. Bukti DNA dan forensik yang digunakan untuk menghukum Zaw Law dan Wai Phyo, dan menjatuhkan hukuman mati dalam kasus pembunuhan Koh Tao, pada dasarnya cacat dan tidak dapat diandalkan dalam hal standar internasional," ujar Andy Hall, penasihat tim hukum mereka dalam sebuah pernyataan kepada media.

Pengadilan Thailand telah menolak tuduhan penyiksaan dan memutuskan bukti DNA menghubungkan para pekerja itu dengan kejahatan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement