Sabtu 31 Aug 2019 01:11 WIB

Paksa Parlemen Reses Panjang, PM Inggris Boris Johnson Disebut Diktator

Ribuan warga Inggris turun ke jalan marah atas keputusan PM Boris Johnson

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
AFP/D. Leal-Olivias
AFP/D. Leal-Olivias

Dalam upaya membungkam kritik terhadap kebijakannya, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson melakukan langkah luar biasa. Dia memutuskan bahwa parlemen diliburkan mulai 9 September sampai 14 Oktober mendatang.

Langkah itu mengejutkan para lawan politiknya maupun penentang Brexit No Deal, yaitu proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa perjanjian.

Hari Kamis (29/8) aksi protes bermunculan dan menyebar di jalan-jalan di London. Bahkan di kalangan Partai Konservatif sendiri, langkah tidak biasa Boris Johnson menyulut debat. Sebuah petisi online dengan cepat mengumpulkan sampai satu juta tandatangan menentang kebijakan Boris Johnson.

Pembekuan kegiatan parlemen selama lima minggu adalah tidak biasa, karena biasanya parlemen hanya reses selama dua minggu. Namun belakangan, kritik dan penentangan terhadap Boris Johnson makin lantang, karena ia ingin mendorong proses Brexit tanpa perjanjian, sekalipun kalangan ekonomi dan keuangan berulangkali memperingatkan, langkah itu akan membawa kerugian besar dan mengguncang perekonomian Inggris.

"Langkah berbahaya"

Pemimpin oposisi dari Partai Buruh Jeremy Corbyn menggambarkan berbagai reaksi protes sebagai "kemarahan konstitusional", Demokrat Liberal Jo Swinson menyebut itu "berbahaya dan tidak dapat diterima."

Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon juga dengan cepat mengecam keputusan PM Boris Johnson. "Ini bukan cara demokrasi, ini adalah kediktatoran. Dan jika anggota parlemen tidak menemukan cara untuk bersama-sama menghentikan Boris Johnson di jalurnya, maka hari ini akan dicatat sejarah sebagai hari kematian demokrasi Inggruis Raya," katanya.

Parlemen akan diliburkan mulai pertengahan September dan dibuka kembali pada 14 Oktober, hanya dua minggu sebelum batas waktu Inggris keluar dari Uni Eropa. Banyak yang melihat langkah itu sebagai akal Boris Johnson untuk membungkam para pengeritiknya. Karena dalam waktu dua minggu, hampir tidak mungkin menggagas alternatif lain, selain proses Brexit tanpa perjanjian.

"Seperti seorang diktator"

Boris Johnson sendiri membantah bahwa dia berusaha membungkam para anggota parlemen. "Akan ada cukup waktu di parlemen, bagi anggota parlemen, untuk berdebat tentang Brexit," tandasnya.

Partai Buruh mengumumkan akan memungkinkan sesi debat tentang Brexit minggu depan. Mereka berharap bisa memperkenalkan rancangan undang-undang yang akan memblokir langkah Brexit tanpa kesepakatan, sehingga bisa menjegal maksud PM Boris Johnson.

Ribuan orang melakukan aksi spontan di sekitar gedung parlemen di London dengan kampanye bertagar #StopTheCoup di media sosial. Mereka bertekad menghentikan Boris Johnson yang mereka anggap sudah bertindak seperti seorang diktator yang melakukan kudeta terhadap parlemen yang demokratis.

hp/vlz (rtr, afp, ap)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement