Senin 02 Sep 2019 18:40 WIB

Pelajar Hong Kong Ikut Mogok Sekolah

Gejolak politik di Hong Kong sudah berlangsung hampir tiga bulan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Siswa sekolah di Hong Kong menolak bersekolah dengan berunjukrasa di Hong Kong, China, Senin (2/9).
Foto: Kai Pfafenbach/Reuters
Siswa sekolah di Hong Kong menolak bersekolah dengan berunjukrasa di Hong Kong, China, Senin (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Beberapa siswa sekolah menengah atas Hong Kong mengenakan masker, kaca mata pengaman, dan helm. Dengan masih mengenakan seragam yang berwarna putih mereka melakukan mogok sekolah di hari pertama tahun ajaran baru. Sebuah protes untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap gerakan anti-pemerintah. 

Gejolak politik di Hong Kong sudah berlangsung hampir tiga bulan. Gerakan anti-pemerintah yang menuntut demokrasi dan penyelidikan independen atas brutalitas polisi ini diuji setelah liburan musim panas di daerah otonomi khusus Cina itu berakhir.  

Baca Juga

Para siswa yang melakukan aksi mogok sekolah berkumpul di Chinese University of Hong Kong dan dua ruang publik lainnya di pusat kota. Selain siswa para pekerja yang melakukan mogok juga berkumpul di Tamar Park. 

Sementara, para siswa berkumpul di dekat Edinburgh Place. Para siswa yang bolos sekolah memegang sebuah spanduk warna hitam yang bertuliskan 'Tidak ada masa depan, maka tidak harus pergi ke sekolah'. 

Di St. Francis’ Canossian College para siswi berseragam berlutut dalam barisan. Mereka memegang sebuah spanduk yang bertuliskan 'Lima tuntutan dasar: Tak ada yang bisa ditiadakan'. 

St Francis Collage sekolah elite khusus perempuan tempat pemimpin Hong Kong Carrie Lam belajar. Menteri Pendidikan Hong Kong Kevin Yeung mengatakan ia berharap para siswa tempat bersekolah. 

"Sekolah harusnya bukan tempat untuk melakukan tuntutan politik atau melakukan tekanan," kata Yeung dalam rapat pemerintah, Senin (2/9). 

Tuntutan pengunjuk rasa antara lainnya mencabut dakwaan para demonstran yang ditangkap. Mereka juga meminta agar undang-undang ekstradiksi yang dapat membuat warga Hong Kong diadili di Cina resmi dicabut. 

Tuntutan itu didasari karena warga Hong Kong merasa pemerintah Cina yang dikuasai Partai Komunis mengikis pelan-pelan otonomi dan kebebasan di kota mereka. Sesuatu yang sudah disepakati saat Inggris menyerahkan Hong Kong ke Cina pada tahun 1997.

Beberapa pengunjuk rasa mengganggu komuter Hong Kong dengan menghalangi pintu kereta tertutup. Menghindari polisi anti huru-hara yang mengejar mereka dengan bergerak cepat antar satu stasiun ke stasiun lainnya.  

Petugas polisi di stasiun Lok Fu memukul pengunjuk rasa dan menangkap satu orang. Tiga pengunjuk rasa lainnya ditangkap di stasiun Lai King. 

Pada Ahad (1/9) kemarin operator komuter Hong Kong, MRT Corp menghentikan layanannya ke bandara, setelah sebelumnya ribuan pengunjuk rasa berkumpul untuk memenuhi undangan menganggu transportasi kota.  Mereka menghalangi bus-bus yang tiba di bandara. Polisi anti-huru-hara membuat para pengunjuk rasa tidak bisa masuk ke dalam terminal bandara. 

Polisi mengatakan beberapa pengunjuk rasa memukulkan batu dan tongkat besi ke rel kereta Airport Express, memaksa operator kereta menghentikan layanannya. Sehingga beberapa orang harus berjalan cukup jauh untuk bisa sampai ke bandara.  

Pada Sabtu (31/8) tengah malam, polisi Hong Kong serbu kereta bawah tanah dengan tongkat penghalau massa. Mereka juga menyerang para penumpang dengan pepper spray. Sementara pengunjuk rasa melemparkan bom molotov ke pusat pemerintahan dan melakukan pembakaran di jalan-jalan. 

Polisi sudah melarang unjuk rasa hari Sabtu lalu. Demonstrasi itu bertujuan untuk memperingati lima tahun China menolak menggelar pemilihan umum demokratis di Hong Kong. Tapi pengunjuk rasa tetap menggelar aksi mereka seperti yang telah mereka lakukan sepanjang musim panas ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement