Kamis 05 Sep 2019 00:51 WIB

Korban Sipil Perang Yaman Lampaui 10 Ribu Orang

80 persen populasi Yaman butuh bantuan kemanusiaan hanya untuk bertahan hidup.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Petugas penyelamat mengevakuasi jenazah korban serangan udara koalisi Arab Saudi di sebuah penjara Houthi di Dhamar, Yaman, Ahad (1/9).
Foto: AP Photo/Hani Mohammed
Petugas penyelamat mengevakuasi jenazah korban serangan udara koalisi Arab Saudi di sebuah penjara Houthi di Dhamar, Yaman, Ahad (1/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Jumlah warga sipil yang tewas akibat perang Yaman dapat melampaui angka 10 ribu jiwa. Hal itu diungkap Melissa Parke, anggota the Group of International and Regional Eminent Experts on Yemen yang dibentuk Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB.

Dia mengungkapkan, secara resmi jumlah korban sipil yang tewas akibat perang Yaman tercatat mencapai 10 ribu jiwa. Namun, menurutnya angka itu sangat rendah.

Baca Juga

"Hitungan sebenarnya adalah puluhan ribu warga sipil yang tewas secara langsung dalam konflik," ujar Parke saat merilis laporan terbarunya, dikutip Anadolu Agency, Rabu (4/9).

Saat ini, rakyat Yaman pun harus menghadapi krisis kemanusiaan. "Sebanyak 24,1 juta warga Yaman, yakni 80 persen populasi Yaman, membutuhkan bantuan kemanusiaan hanya untuk bertahan hidup," katanya.

Parke turut mengkritik Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis yang memasok dan menjual senjata kepada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Kedua negara itu melakukan intervensi militer di Yaman untuk menumpas kelompok pemberontak Houthi.

Namun, intervensi itu semakin memperdalam krisis di Yaman. "Mereka (AS, Inggris, dan Prancis) harus melarang otorisasi pemindahan senjata dan tidak memasok senjata ke pihak-pihak dalam konflik," ujar Parke.

Dia mengatakan ada dugaan pelanggaran HAM internasional dan hukum humaniter yang dilakukan semua pihak dalam konflik. "Terutama terkait dengan selatan, pasukan yang didukung UEA mengendalikan fasilitas penahanan termasuk fasilitas penahanan rahasia," ucapnya.

Parke mengungkapkan, dalam beberapa kasus tahanan yang ditahan di fasilitas penahanan rahasia mengalami penyiksaan dan pemerkosaan. "Kami telah mendokumentasikan kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh pasukan yang didukung UEA," kata dia.

Konflik di Yaman telah berlangsung sejak 2014, tepatnya ketika kelompok pemberontak Houthi mulai menguasai sebagian besar negara tersebut. Konflik mengganas ketika Saudi dan sekutunya memutuskan melakukan intervensi militer di sana.

Hal itu dilakukan karena Saudi menganggap Houthi mengancam keamanannya. Sejak saat itu krisis kemanusiaan di Yaman memburuk. Salah satu penyebabnya adalah pemblokiran pelabuhan utama Hodeida oleh Saudi. Pemblokiran menyebabkan pendistribusian bantuan kemanusiaan ke sana terhambat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement