Kamis 05 Sep 2019 14:44 WIB

Saudi dan UEA Dukung OKI Bahas Isu Kashmir

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mendukung seruan Pakistan agar OKI bahas isu Kahsmir.

Rep: Kamran Dikarman/ Red: Yudha Manggala P Putra
Warga Pakistan berdemonstrasi menunjukkan solidaritas terhadap Kashmir di mausoleum pendiri Pakistan Mohammad Ali Jinnah di Karachi, Pakistan, Jumat (30/8).
Foto: AP Photo/Fareed Khan
Warga Pakistan berdemonstrasi menunjukkan solidaritas terhadap Kashmir di mausoleum pendiri Pakistan Mohammad Ali Jinnah di Karachi, Pakistan, Jumat (30/8).

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) mendukung seruan Pakistan agar Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menggelar sesi khusus untuk membahas isu Kashmir. Dukungan disampaikan saat menteri luar negeri (menlu) kedua negara mengunjungi Pakistan pada Rabu (4/9).

Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir dan Menlu UEA Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan telah bertemu Menlu Pakistan Shah Mehmood Qureshi dan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan.

“Mereka (al-Jubeir dan Sheikh Abdullah) sepenuhnya memahami penderitaan rakyat Pakistan, atas perkembangan terakhir serta prihatin dengan situasi kemanusiaan yang memburuk di India yang diduduki Jammu-Kashmir,” kata sebuah pernyataan yang dirilis kantor perdana menteri Pakistan, dikutip laman Anadolu Agency.

Saudi dan UEA berjanji tetap terlibat dalam membantu meredakan ketegangan serta mempromosikan perdamaian di kawasan tersebut. Terkait hal itu, mereka mengakui peran vital Pakistan dalam menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan.

Quresehi mengatakan, Saudi dan UEA telah berdiri bersama negaranya dalam masalah Kashmir. “Kami sepenuhnya puas dengan pertemuan hari ini. Tidak ada kebingungan sekarang. Baik Saudi dan UEA, berdiri di samping Pakistan,” ujarnya.

Dia meyakini, Saudi dan UEA tidak akan mengecewakan negaranya. Pada Senin lalu, Imran Khan berjanji bahwa negaranya tidak akan memulai perang dengan India. Sebab terdapat risiko perang nuklir jika hal itu dilakukan.

“Kami adalah dua negara yang memiliki senjata nuklir. Jika ketegangan meningkat, maka ada bahaya bagi dunia dari hal ini. Dari pihak kami, kami tidak akan pernah bertindak lebih dulu,” kata Khan seperti dikutip Aljazirah.

Sebelumnya Khan mengatakan semua upaya dan tawarannya untuk berdialog dengan India guna menciptakan perdamaian sia-sia. Karena itu, dia menilai tidak ada gunanya melakukan pembicaraan dengan para pejabat India.

“Tidak ada gunanya berbicara dengan mereka. Maksud saya, saya telah melakukan semua pembicaraan. Sayangnya sekarang ketika saya melihat ke belakang, semua tawaran yang saya buat untuk perdamaian dan dialog, saya pikir mereka mengambilnya untuk menenangkan,” kata Khan dalam sebuah wawancara dengan New York Times yang diterbitkan pada 21 Agustus lalu.

Kashmir telah dibekap ketegangan sejak India mencabut status khusus wilayah tersebut pada 5 Agustus lalu. Masyarakat memprotes, kemudian menggelar aksi demonstrasi di beberapa daerah di sana. Mereka menolak status khusus dicabut karena khawatir dapat mengubah komposisi demografis Kashmir.

Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim. Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua, dua per tiga di antaranya dikuasai India, sementara sisanya milik Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis Line of Control (LoC). Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement