REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi Kota Hebron di Tepi Barat pada Rabu (4/9). Itu merupakan kunjungan perdananya dalam 19 tahun terakhir.
Kedatangannya ke sana adalah untuk menghadiri upacara peringatan 90 tahun kerusuhan Hebron yang menewaskan 67 Yahudi. Pada kesempatan itu, dia menegaskan bahwa Yahudi akan tetap hadir di kota tua tersebut.
“Hebron tidak akan pernah kosong dari orang Yahudi. Kami bukan orang asing di kota ini, kami akan tetap di sini selamanya,” kata Netanyahu dalam pidatonya, dikutip laman the Times of Israel.
Palestina sebelumnya mengecam rencana kunjungan Netanyahu ke Hebron. Ia menilai kunjungan itu rasial dan kolonial. Selain itu, Netanyahu dituding membawa agenda terselubung, yakni ingin meyahudikan Hebron.
Pekan lalu, Netanyahu mengatakan akan mencaplok semua permukiman yang telah dibangun di Tepi Barat dan memberinya kedaulatan sebagai bagian dari teritorial Israel. "Tak akan adalah lagi penarikan (permukiman). Dengan bantuan Tuhan, kami akan menerapkan kedaulatan Yahudi atas semua komunitas sebagai bagian dari tanah Israel dan negara Israel," kata dia, dilaporkan Jerusalem Post.
Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Hanan Ashrawi mengecam rencana tersebut. "Ini adalah pengumuman yang jelas tentang niat melakukan kejahatan perang berdasarkan Statuta Roma dan pelanggaran berat terhadap Piagam PBB. Ini juga merupakan terjemahan praktis dari apa yang disebut undang-undang negara bangsa yang diadopsi awal tahun ini oleh Knesset (parlemen Israel)," kata Ashrawi.
Juru bicara Hamas Hazim Qasim turut mengecam Netanyahu. Menurut dia, rencana Netanyahu mencaplok permukiman di Tepi Barat sangat berbahaya dan bertentangan dengan hukum internasional.
"Janji Netanyahu (menganeksasi permukiman Tepi Barat) menyoroti perlunya faksi-faksi Palestina menekan Otoritas Palestina untuk menghentikan kerja sama keamanan dengan pendudukan Israel dan mengambil langkah-langkah praktis dalam hal ini," ujar Qasim.
Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Permukiman itu dihuni lebih dari 700 ribu warga Yahudi Israel. Masifnya pembangunan permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur, dinilai menjadi penghambat terbesar untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.